SUMBER HUKUM UDARA INTERNASIONAL
- 12 June 2021
Sumber hukum udara dapat bersumber pada hukum internasional maupun hukum nasional. Sesuai dengan pasal 38 (1) piagam mahkamah internasional (PMI) mengatakan “international custom, as evidence of a general practice, accepted as law”. Sumber hukum internasional dapat berupa multirateral maupun bilateral sebagai berikut;
1. Multilateral
Sumber Hukum Udara Internasional yang bersifat multilateral antara lain terdapat dalam Konvensi Paris 1919 dan konvensi-konvensi yang lain, sedangkan Hukum Udara perdata internasional antara lain Konvensi Montreal 1971, Konvensi Den Haag 1930 dan lain-lain. Di samping konvensi yang bersifat multilateral juga yang bersifat bilateral.
2. Birateral air transport agreement
Pada saat ini Indonesia mempunyai perjanjian angkutan udara timbal balik (bilateral air transport agreement) tidak kurang dari 67 negara yang dapat digunakan sebagai sumber Hukum Udara nasional dan internasional.
3. Hukum kebiasaan internasional
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, Hukum Kebiasaan Internasional juga merupakan salah satu sumber Hukum Internasional. Di dalam Hukum Udara Kebiasaan Internasional. Namun demikian, peran Hukum Kebiasaan Internasional tersebut semakin berkurang dengan adanya konvensi internasional, mengingat Hukum Kebiasaan Internasional kurang menjamin adanya kepastian hukum. Pasal 1 Konvensi Paris 1919, merupakan salah satu Hukum Kebiasaan Internasional dalam Hukum Udara Internasional. Namun demikian, pasal tersebut telah diakomodasi di dalam Konvensi Havana 1928 dan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944.
Dalam perkembangan teknologi, tindakan suatu negara dapat merupakan Hukum Kebiasaan Internasional tanpa adanya kurun waktu tertentu. Hal ini telah dilakukan oleh Amerika Serikat dengan menetapkan (ADIZ). (ADIZ) ini adalah penunjukan ruang udara khusus dimensi tertentu di mana semua pesawat udara diharuskan mematuhi identifikasi khusus atau prosedur tambahan yang berkenaan dengan lalu lintas udara. Yang kemudian tindakan Amerika Serikat tersebut diikuti oleh Canada dengan menentukan (CADIZ) yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain. Di dalam Hukum Laut Internasional juga dikenal adanya Hukum Kebiasaan sebagai salah satu sumber hukum.
4. Prinsip–prinsip umum hukum
Selain Hukum Kebiasaan Internasional dan konvensi internasional sebagaimana dijelaskan di atas, asas umum hukum (general principles recognized by civilized nations) juga dapat digunakan sebagai sumber Hukum Udara. Salah satu ketentuan yang dirumuskan di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah “general principles or law recognized by civilized nations” sebagai asas-asas yang telah diterima oleh masyarakat dunia dewasa ini, baik Hukum Udara Perdata maupun Hukum Udara Publik. Asas-asas atau prinsip-prinsip tersebut antara lain: Prinsip bonafide (itikad baik atau good faith), pacta sunt servanda, nebis in idem, equality rights, tidak boleh saling intervensi kecuali atas persetujuan yang bersangkutan dan prinsip non lequit
5. Ajaran hukum
Ajaran hukum (doctrine) di dalam Hukum Internasional juga dapat digunakan sebagai salah satu sumber Hukum Udara. Di dalam Common Law System, atau Anglo Saxon System dikenal adanya ajaran hukum mengenai pemindahan resiko dari pelaku kepada korban. Menurut ajaran hukum tersebut, perusahaan penerbangan yang menyediakan transportasi umum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh korban. Tanggung jawab tersebut berpindah dari korban (injured people) kepada pelaku (actor). Demikian pula ajaran hukum mengenai bela diri. Menurut ajaran hukum bela diri, suatu tindakan disebut sebagai bela diri bila tindakan tersebut seimbang dengan ancaman yang dihadapi. Oleh karena itu pesawat udara sipil yang tidak dilengkapi dengan senjata, tidak boleh ditembak karena pesawat udara sipil tidak ada ancaman yang membahayakan. Di samping itu, penembakan pesawat udara sipil juga tidak sesuai dengan semangat Konvensi Chicago 1944 yang mengutamakan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara maupun barang-barang yang diangkut.
6. Yurisprudensi
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yurisprudensi juga merupakan salah satu sumber hukum. Ketentuan demikian juga berlaku terhadap Hukum Udara, baik nasional maupun internasional. Banyak kasus sengketa yang berkenaan dengan Hukum Udara, terutama berkenaan dengan tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan atau pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga. Di Indonesia terdapat paling tidak terdapat dua macam yurisprudensi yang menyangkut Hukum Udara Perdata, masing-masing gugatan Ny. Oswald terhadap Garuda Indonesian Airways dalam tahun 1961 dan gugatan penduduk Cengkareng terhadap Japan Airlines (JAL) dalam tahun 2000. Dalam kasus penduduk Cengkareng melawan Japan Airlines mengenai tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, sedangkan kasus Ny. Oswald melawan Garuda Indonesian Airways mengenai ganti rugi non fisik. Pada prinsipnya, keputusan pengadilan tersebut hanya berlaku terhadap para pihak, tetapi seorang hakim boleh mengikuti yurisprudensi yang telah diputuskan oleh hakim sebelumnya (The decision of the court has no binding force exept between the parties and in respect of that particular cases) artinya keputusan Mahkamah Internasional tidak mempunyai kekuatan mengikat, kecuali bagi pihak-pihak yang bersangkutan tertentu itu.
Sumber : buku PENGANTAR HUKUM UDARA NASIONAL DAN INTERNASIONAL By Dr.H.K. MARTONO, S.H.L.L.M