Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Indonesia
- 27 February 2021
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi adalah hukum formil yang berfungsi untuk menegakkan hukum materiilnya, yaitu bagian dari hukum konstitusi yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi (MK).
Dasar hukum acara MK-RI
- Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (pasal 7B dan 24C);
- Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 28-85);
- Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).
Pengaturan Undang-Undang tentang MK
- Pasal 28 - Pasal 49: Ketentuan hukum acara yang bersifat umum;
- Pasal 50 - Pasal 60 untuk Pengujian Undang-undang;
- Pasal 61 - Pasal 67 untuk Sengketa Kewenangan Lembaga Negara;
- Pasal 68 - Pasal 73 untuk Pembubaran Partai Politik;
- Pasal 74 - Pasal 79 untuk Perselisihan Hasil Pemilu;
- Pasal 80 - Pasal 85 untuk Pendapat DPR (Ps. 7B UUD).
Ketentuan hukum acara umum
1. Pleno dan korum
- Pleno yang dihadiri oleh seluruh Hakim yang terdiri atas 9 (sembilan) Hakim.
- Dalam keadaan “luar biasa” maka sidang pleno tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) Hakim Konstitusi (Ps. 28 (1) UU No. 24 Tahun 2003.
2. Pimpinan pleno
- Ketua Mahkamah Konstitusi (Ps.28 ayat (1)).
- Dalam hal Ketua berhalangan, sidang dipimpin oleh Wakil Ketua (Ps.28 ayat (2)).
- Manakala Ketua & Wakil Ketua berhalangan untuk memimpin sidang, Pimpinan sidang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi (Ps.28 ayat (3)).
3. Panel
- Pemeriksaan dapat dilakukan oleh Panel Hakim yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi (Ps. 28 ayat (4)).
4. Rapat permusyawaratan hakim (RPH) tertutup untuk umum
- Tertutup untuk umum;
- Untuk pengambilan putusan, Hakim membuat Legal Opinion (LO) terlebih dahulu;
- Untuk laporan Panel dan tindak lanjut penanganan perkara.
5. Sidang pemeriksaan dan pengucapan putusan terbuka untuk umum.
- Sidang Pleno terbuka untuk umum untuk pemeriksaan maupun pengucapan putusan.
- Sekurang-kurangnya dihadiri oleh 7 (tujuh) orang Hakim (Ps.28 ayat (1) dan (5)).
- Pengucapan putusan dalam sidang terbuka untuk umum merupakan syarat sah dan mengikatnya putusan (Ps. 28 ayat (6)).
Syarat pengajuan permohonan
1. Ditulis dalam Bahasa Indonesia
2. Ditulis dalam Bahasa Indonesia
3. Ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya
4. Dalam 12 (duabelas) rangkap
5. Memuat uraian yang jelas mengenai permohonannya :
- Pengujian Undang-undang terhadap UUD Tahun 1945.
- Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Tahun 1945.
- Pembubaran Partai Politik.
- Perselisihan tentang hasil Pemilu.
- Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres diduga melakukan pelanggaran hukum, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres.