PRINSIP-PRINSIP HUKUM KEPAILITAN
- 03 April 2022
- Perlakuan yang sama terhadap Kreditur, tidak ada diskriminasi
Hukum kepailitan mendukung perlakuan yang sama bukan suatu balapan di mana kreditur pertama adalah yang paling memungkinkan untuk dibayar (catch-as-catch). Perlakuan yang adil terhadap para kreditur, baik domestik maupun asing adalah prinsip yang utama di dalam hukum kepailitan Indonesia, setidaknya dari titik sudut pandang peraturan hukum. Tidak akan ada suatu diskriminasi antara pihak domestik dan kreditur asing.
- Pernyataan Pailit
Pasal 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang menegaskan bahwa paling sedikit harus ada dua kreditor, dan debitor sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Keharusan adanya paling sedikit dua kreditor adalah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata di mana ditetapkan bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan debitor antara para kreditornya harus dilakukan secara pari passu pro rata parte.
- Pihak yang dapat Mengajukan Permohonan Pailit
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang mengatur tentang siapa yang berhak mengajukan permohonan pailit:
- Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo/waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum.
- Dalam hal debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
- Dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
- Dalam hal Debitor adalah perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
- Kepailitan Hanya Meliputi Debitor
Kepailitan merupakan suatu sita secara umum menurut hukum yang meliputi seluruh kekayaan debitur. Kepailitan hanya meliputi kekayaan. Status pribadi seorang individu tidak akan dipengaruhi oleh kepailitan, ia tidak ditaruh di bawah pengampuan. Suatu perusahaan juga tetap ada setelah suatu putusan pernyataan kepailitan diucapkan. Selama proses kepailitan, tindakan terhadap harta kepailitan hanya dapat dilakukan oleh Kurator, tetapi tindakan lain tetap merupakan wewenang organ korporat debitur.
- Paritas Creditorum
Secara prinsip, semua kreditor mempunyai hak yang sama atas pembayaran. Hal ini berarti bahwa hasil harta kepailitan akan dibagikan sesuai dengan porsi besarnya tuntutan kreditor (Pasal 1131 dan Ps.1132 KUHPerdata). Kendati demikian prinsip paritas creditorum tidak berlaku terhadap kreditur yang mempunyai hak jaminan khusus (Jaminan atas hak tanggungan, hipotik, maupun gadai) dan para kreditur yang menikmati suatu hak prioritas menurut peraturan hukum (seperti halnya pihak pajak yang berwenang atau para karyawan) sebagai diatur Pasal 1133 KUHPerdata.
- Penetapan
Hanya para kreditur yang mempunyai tuntutan terhadap debitur pada saat pernyataan kepailitan diucapkan dapat menuntut suatu pembayaran dari harta kepailitan (yaitu para kreditur sebelum terjadi kepailitan). Pada saat putusan kepailitan tersebut diucapkan tanggung jawab debitur akan ”dibekukan”. Prinsip atas ”Penetapan” memainkan peranan yang penting. Prinsip tersebut menentukan bahwa dengan adanya putusan pernyataan kepailitan kedudukan para kreditur yang terlibat dalam harta kepailitan menjadi tidak berubah. Dalam hal yang sama, harta kepailitan akan ”dibekukan”, Debitur yang pailit tidak akan mengalihkan kekayaannya.
- Actio Pauliana
Dalam keadaan tertentu kreditur dapat menggugat keabsahan transaksi hukum yang dimuat debitornya. Hak gugat ini berasal dari hukum Romawi dan dikenal dengan nama Actio Pauliana. Tujuannya adalah restitusition ininttegrum (pemulihan keadaan semula) dalam hal terjadi fraus creditorium (Penipuan terhadap kreditor). Lembaga actio pauliana tersebut di atas secara rinci diatur dalam Pasal 41-50 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang juga dalam Pasal 1340 dan 1341 KUHPerdata.
- Pencocokan Piutang (Verifikasi) dan Likuidasi
Sistem Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang mengatur penyelesaian harta kepailitan (Pasal 168-189) pada tempat urutan setelah semua tuntutan kreditur dicocokkan (diverifikasi) dalam suatu rapat pencocokan piutang (104-133). Dalam rapat percekcokan piutang Hakim Pengawas wajib membacakan daftar piutangpiutang yang sementara diakui dan daftar piutang-piutang yang oleh Kurator dibantah. Setiap kreditur yang disebutkan dalam daftar tersebut, diperbolehkan meminta supaya Kurator memberikan keterangan tentang masing-masing piutang, alasan penempatannya dalam salah satu daftar, membantah kebenaran piutang tersebut atau membantah adanya hak untuk didahulukan atau adanya hak menahan suatu benda, atau dapat menyetujui pembantahan yang telah dilakukan.
Dia juga dapat menuntut supaya kreditur menguatkan dengan sumpah, kebenaran akan piutangnya yang tidak dibantah baik oleh Kurator maupun oleh salah seorang kreditur. Jika kreditur asal telah meninggal dunia, maka para pemegang hak (waris) yang berhak harus menerangkan di bawah sumpah bahwa mereka dengan itikad baik percaya bahwa piutang itu masih ada dan belum dilunasi. Sumpah tersebut di atas dilakukan kreditur sendiri, tapi juga dapat dilakukan oleh seorang wakil khusus dikuasakan untuk itu, baik seketika dalam rapat tersebut maupun pada hari kemudian yang ditentukan Hakim Pengawas. Kuasa untuk itu boleh diberikan di bawah tangan atau berupa akte otentik
Menurut UU Kepailitan status piutang-piutang yang telah disusun Kurator setelah dilakukan verifikasi adalah sebagai berikut:
- Piutang-piutang yang diakui.
- Piutang-piutang yang diakui dengan syarat, bahwa piutang tersebut diakui kebenarannya oleh Kurator atau BHP (Balai Harta Peninggalan) maupun kreditur, tetapi masih diperlukan syarat tambahan
- Piutang yang dibantah atau tidak diakui, bahwa piutang tersebut dibantah atau tidak diakui kebenarannya, baik oleh Kurator atau BPHN maupun kreditur.
- Piutang yang tidak dapat ditetapkan apakah akan didapat suatu hak dan pencocokan utang secara pro memori ( Pasal 124 ayat 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang).
Contohnya:
Bunga atas utang yang timbul setelah putusan pernyataan kepailitan ditetapkan tidak bisa mencocokan utang, kecuali hanya sepanjang dijamin dengan hipotik atau hak tanggungan, gadai, atau hak agunan atas kebendaan yang lain. Terhadap bunga yang demikian harus dilakukan pencocokan ulang secara pro memori. Bila bunga yang bersangkutan dapat tidak dilunasi dengan hasil penjualan dari barang yang menjadi agunan, kreditur yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan haknya yang timbul dari pencocokan utang.
Walaupun demikian, praktik Belanda yang ada persamaannya dengan praktek di Indonesia, Kurator segera mulai menjual kekayaannya jika
- upaya pendamaian ataupun
- penjualan atas seluruh kegiatan usaha sebagai suatu” usaha yang berjalan” tidak layak. Dasar hukum bagi praktek ini dapat dilihat pada Pasal 98, yang menyatakan bahwa dengan persetujuan hakim pengawas, kurator dapat, menjual kekayaan harta kepailitan,
- Sepanjang diperlukan untuk menutupi biaya kepailitan atau
- Bila penahanan atas kekayaan harta kepailitan akan menyebabkan kerusakan pada kekayaan kepailitan.
Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, SH., MH