SISTEM HUKUM PERIKATAN
- 16 May 2021
Diatur dalam Buku II KUH Perdata maka Hukum Perikatan memiliki sistem terbuka yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Dalam Hukum Benda, macam- macam hak atas benda adalah terbatas dan aturan-aturan mengenai hak atas benda itu juga bersifat memaksa.
Lain halnya dalam Hukum Perikatan yang memberikan kebebas- an seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perikatan (perjanjian) yang berisi apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Inilah yang dikenal dengan Hukum Perikatan sebagai hukum pelengkap (optional law), yang artinya pasal- pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat janji itu. Mereka boleh mengatur sendiri kepentingan mereka dalam janji yang mereka buat.
Sistem terbuka yang disebutkan di atas lazim disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Menurut pembuat undang-undang (Badrulzaman, 1995: 107), kata “semua” dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian yang di- maksud bukan semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga meliputi perjanjian tidak bernama. Selain itu juga dikatakan bahwa kata “semua” itu terkandung suatu asas partij autonomie. Beda halnya dengan Subekti (1995: 14), soal kata “semua” dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata itu dimaknai sebagai suatu kebolehan bagi masyarakat untuk membuat janji yang berupa dan berisi apa saja dan janji itu mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang.
Dengan kata lain, dalam perjanjian kita boleh membuat undang- undang bagi kita sendiri. Misalnya, dalam jual beli, risiko mengenai barang yang dijualbelikan menurut hukum dipikul oleh si pembeli sejak saat janji itu ditutup. Akan tetapi apabila para pihak menghendaki lain, hal ini dibolehkan. Mengenai istilah “secara sah”, pembuat undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum. Semua persetu- juan yang dibuat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat. Pernyataan ini menunjukkan adanya asas kepastian hukum.
Dalam Hukum Perikatan dikenal adanya asas Konsensualisme ialah suatu perikatan yang lahir sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan demikian perjanjian itu sudah sah bila sudah sepakat tentang hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas. Bagian khusus memuat aturan mengenai perjanjian perjanjian yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat yang sudah memiliki nama tertentu misalnya jual beli, sewa-menyewa, perjanjian perburuhan dan lain-lainnya.
Sumber : Buku Hukum Perikatan by I Ketut Oka Setiawan