Hukum Adat Sebagai Dasar Hukum Tanah Nasional
- 26 January 2022
Tujuan terbentuk UUPA adalah menghapuskan adanya dualisme dan pluralisme hukum agraria di Indonesia. UUPA merupakan hukum agraria nasional yang didasarkan pada hukum adat sebagai hukum asli bangsa Indonesia. Pernyataan bahwa hukum Adat dijadikan dasar pembaruan dan pembangunan Hukum Tanah nasional terdapat di dalam Konsiderans/Berpendapat UUPA. Pernyataan yang serupa juga terlihat dalam UUPA sebagai berikut:
a. Penjelasan Umum angka III (1);
b. Pasal 5;
c. Penjelasan Pasal 5;
d. Penjelasan Pasal 16;
e. Pasal 56 dan secara tidak langsung juga dalam;
f. Pasal 58.
Dalam Penjelasan Umum angka III (1) UUPA dinyatakan, bahwa:
“Dengan sendirinya Hukum Agraria yang baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum daripada rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk pada Hukum Adat, maka Hukum Agraria baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum Adat itu, sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia Internasional serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia. Sebagaimana dimaklumi, bahwa hukum Adat dalam pertumbuhan tidak terlepas pula pangaruh politik dan masyarakat kolonial yang kapitalistis dan masyarakat swapraja yang feodal”.
Dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa:
“Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini (maksudnya: UUPA) dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 5 dinyatakan: “Penegasan bahwa hukum adat dijadikan dasar Hukum Agraria yang baru”.
Dalam penjelasan Pasal 16 dinyatakan bahwa:
“Pasal ini adalah pelaksanaan daripada ketentuan dalam Pasal 5, bahwa Hukum Pertanahan yang Nasional didasarkan atas Hukum Adat, maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini didasarkan pula atas sistematik dari Hukum Adat. Dalam pada itu hak guna usaha dan hak guna bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat masyarakat modern dewasa ini. Perlu kiranya ditegaskan, bahwa hak guna usaha bukan hak erfpacht dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak guna bangunan bukan hak hak opstal. Lembaga erfpacht dan opstal ditiadakan dengan dicabutnya ketentuan-ketentuan dalam Buku ke II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”.
“Dalam pada itu hak-hak adat yang bertentangan dengan ketentuan- ketentuan Undang-Undang ini (Pasal 7 dan Pasal 10) tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat sekarang ini belum bisa dihapuskan, diberi sifat sementara dan akan diatur (ayat (1) huruf h jo. Pasal 5)”.
Pasal 56 menentukan sebagai berikut:
“Selama undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan- ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini”. Pasal 58 menentukan sebagai berikut:
“Selama peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum terbentuk, maka peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu”.
Berdasarkan pada ketentuan ketentuan tersebut, maka dengan jelas bahwa: “Hukum Adat merupakan dasar dari pembaruan dan pembangunan Hukum Agraria Nasional”. Hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat asli bangsa Indonesia yang tidak dipengaruhi oleh hukum penjajah dan tidak pula dipengaruhi oleh hukum feodal kerajaan.
Sumber bacaan buku hukum agraria indonesia karya dr. h.m. abra, s.h., m.hum