Hubungan Internasional
- 21 February 2022
Suatu Ilmu yang mempelajari hubungan internasional dari segi politik (power) adalah hubungan internasional. Hubungan internasional yang meninjau hubungan internasional dari segi power politic ini sangat besar pengaruhnya dalam hukum internasional. Kita tidak akan dapat mengerti mengapa suatu norma hukum internasional, misalkan piagam PBB dalam Pasal 23 Piagam PBB yang mengatur tentang keanggotaan Dewan Keamanan diatur bahwa lima negara (Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan China) sebagai anggota tetap Dewan Keamanan dan mempunyai hak veto. Untuk bisa mengerti norma tersebut kita harus melihat sejarah dan kekuatan politik dunia pada saat Piagam PBB dibuat.
Salah satu konsep penting dalam hubungan internasional adalah konsep kekuatan (power). Dalam hubungan internasional kekuatan berarti tingkat sumber, kemampuan dan pengaruh dalam hubungan internasional. Biasanya kekuatan dibagi dalam menjadi hard power dan soft power. Hard power berarti kekuatan yang berhubungan dengan penggunaan kekuatan (use of force), sedangkan soft power biasanya mencakup pengaruh ekonomi, diplomasi, dan budaya. Di samping itu, ada alat-alat sistemik hubungan internasional (systemic tools of internationl relation) yang terdiri atas:
a. Diplomasi
b. Sanksi
c. Perang
d. Mobilisasi kecaman
Dalam sistem PBB maka penggunaan kekerasan dilarang [Pasal 2 (4) Piagam PBB] mengenai ketentuan pasal ini maka ada perbedaan penafsiran negara maju menafsirkan bahwa yang dilarang adalah larangan penggunaan kekerasan dengan menggunakan kekuatan militer, sedangkan bagi negara berkembang pasal ini ditafsirkan bahwa penggunaan kekuatan dalam arti luas tidak hanya militer tetapi juga penggunaan kekuatan ekonomi.
Hukum internasional dapat dimanfaatkan sebagai instrumen politik. Menurut Hikmahanto Juwana maka ada tiga keadaan di mana hukum internasional dapat dimanfaatkan sebagai instrumen politik, yaitu:
a. Sebagai pengubah konsep
Sebagai pengubah konsep, hukum internasional karena terutama dibentuk oleh negara-negara maka negara dapat memperkenalkan konsep, kaidah ataupun asas baru. Konsep baru ini biasanya diajukan oleh suatu negara dalam konferensi internasional. Bila konsep baru ini disetujui oleh para peserta perjanjian dapat dituangkan dalam kesepakatan yang berupa perjanjian internasional. Sebagai contoh konsep Wawasan Nusantara yang diajukan oleh pemerintah Indonesia dalam Konvensi Hukum Laut III (tahun 1982).
b. Sebagai sarana intervensi domestik
Hukum internasional dipakai sebagai sarana intervensi urusan domestik. Dalam hal ini hukum internasional dipakai sebagai instrumen politik untuk turut campur urusan domestik negara lain tanpa dianggap sebagai pelanggaran. Sebagai contoh perang saudara di Libya saat ini (tahun 2011). Negara-negara Prancis, Amerika Serikat, Inggris dengan berlindung di bawah Resolusi Dewan Keamanan yang menetapkan zona larangan terbang di Lybia menyerang tentara yang pro Khadafi. Serangan mana kemudian diubah di bawah komando NATO. Dalih dari serangan tersebut adalah untuk melindungi penduduk sipil,namun sebenarnya ada kepentingan negara-negara tersebut atas eksplorasi minyak di Libya.
c. Sebagai alat penekan
Sebagai alat penekan, dalam hal ini hukum internasional dipakai sebagai penekan suatu negara untuk mengikuti kebijaksanaannya. Sebagai contoh Amerika Serikat dan Inggris menekan Irak sebelum Irak diserang, dengan dalih agar Irak membuka kerahasiaan tentang senjata nuklir yang dipunyai oleh Irak.
Dalam suasana hukum internasional maka hubungan yang tetap antara negara satu dengan negara lainnya selalu didasarkan pada kepentingan negaranya (national interest). Dalam sistem hukum internasional maka suatu negara dalam memperjuangkan kepentingan negaranya sering berhadapan dengan kepentingan negara lain. Tindakan negara tersebut dapat menimbulkan kerugian baik langsung atau tidak langsung. Dalam hal tindakan negara tersebut merugikan negara lain maka tindakan tersebut mungkin tindakan yang melawan hukum internasional. Sehingga dari segi hukum internasional negara yang melanggar hukum internasional dapat dituntut berdasarkan pertanggung jawaban negara (state resposibilty). Dalam hal ini lalu timbul persoalan lain jika negara yang melanggar akan dijatuhi sanksi, sanksi apakah yang akan dijatuhkan. Apapun bentuk sanksi yang dijatuhkan dalam rangka penegakan hukum internasional akan mengandung unsur paksaan namun paksaan dalam rangka menegakkan hukum internasional itu tetap harus dalam kewajaran.
Biasanya antara anggota masyarakat internasional dalam mencari penyelesaian sengketanya juga dapat melalui jalur pendekatan secara politis. Pendekatan secara politis ini dapat dilakukan dengan melalui jalur diplomatik yang biasa dilakukan. Dalam hal ini kedua belah dapat menggunakan situasi politik masyarakat internasional. Di sinilah hubungan internasional diperlukan.
Prof. Dr. Sri Setianingsih, S.H., M.H.