Gagasan Fundamental dalam Konsep Sistem Hukum
- 29 December 2021
Sebagai suatu sistem, maka gagasan atau makna pertama di balik Sistem Hukum Pancasila itu pada prinsipnya adalah bahwa Sistem Hukum Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh dan murni. Dalam sistem hukum ada suatu gagasan tentang keutuhan atau kebulatan, karena sistem hukum itu utuh, tidak terfragmentasi.
Suatu contoh mengenai gagasan terfragmetnasi dan oleh sebab itu tidak dapat disebut sebagai sistem hukum dapat diambil dari sejarah hukum di Indonesia. Pada waktu yang lampau, sekurang-kurangnya menurut apa yang pernah dikemukakan oleh Profesor Soepomo; karena “Hindia Belanda” dahulu itu tidak merupakan suatu Negara maka ada pembedaan rakyat menurut undang-undang dalam golongan-golongan. Selintas, memperhatikan apa yang dikatakan Profesor Soepomo itu, terpetik di sini suatu gagasan dalam sistem hukum. Gagasan bahwa setiap sistem hukum itu tidak dapat dipisahkan dengan apa yang disebut dengan keberadaan suatu Negara.
Menurut Profesor Soepomo, pada waktu itu belum ada sistem hukum Indonesia, namun hanya ada sistem hukum di Indonesia. Dikatakan hanya ada sistem hukum di Indonesia karena waktu itu di “Hindia Belanda”, ada rakyat yang digolongkan ke dalam golongan-golongan. Waktu itu ada golongan Eropah, golongan Bumiputera dan golongan Timur Asing. Golongan-golongan rakyat di“Hindia Belanda” itu tunduk kepada hukum yang berbeda- beda. Tidak sama halnya dengan sistem yang berlaku saat ini. Di Indonesia ini hanya ada satu sistem hukum, yaitu Sistem Hukum Pancasila. Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum.
Gagasan selanjutnya dalam suatu sistem hukum, yaitu kemurnian. Suatu sistem hukum itu murni (pure), karena tidak terkontaminasi. Dimaksudkan dengan tidak terkontaminasi di sini yaitu tidak dapat didikte tetapi dibutuhkan untuk mengatur unsur-unsur yang tampak seperti berasal dari luar sistem itu. Dikatakan tampak seperti berasal dari luar sistem hukum, namun sejatinya semua itu merupakan unsur-unsur dalam sistem hukum, apabila dilihat dari perspektif hukum. Hal inilah yang menyebabkan Profesor Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa sistem hukum merupakan sistem terbuka. Sistem hukum itu memang terbuka, namun terbuka dalam pengertian mendikte keluar, tidak didikte dari luar.
Suatu sistem hukum juga mengandung gagasan adanya kedaulatan. Suatu sistem itu baru disebut sistem hukum apabila ia berdaulat atau supreme. Dalam makna supremasi atau kedaulatan maka setiap kaidah dan asas yang ada di dalam kesatuan sistem itu tidak dapat dila- wan, mau tidak mau harus diikuti karena mengandung kebenaran. Sekalipun berdaulat, namun sistem itu juga harus mengandung gagasan toleran dengan lingkungan di luar sistem tersebut, yang juga menganut sistem kebenaran yang benar menurut sistem yang bersangkutan.
Semua gambaran tentang gagasan dalam sistem hukum seperti telah dikemukakan di atas, kembali mempertegas konsep sistem menurut perspektif suatu teori hukum, hasil konstruksi keilmuan di Indonesia dan yang saya sebut Teori Keadilan Bermartabat. Teori Keadilan Bermartabat mengusung gagasan mendasar dari sistem. Seperti telah dikemukakan di atas, Teori Keadilan Bermartabat juga memiliki gagasan bahwa sistem itu suatu kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata urutan atau struktur/susunan serta fungsi- fungsi pengaturan dari masing-masing unsur dalam kebulatan atau keutuhan tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau untuk menunaikan sesuatu peranan, fungsi maupun tugas tertentu.
Penting pula untuk dikemukakan di sini suatu gagasan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam memahami konsep sistem. Gagasan itu sudah lama menjadi inspirasi di jaman orang-orang Yunani Kuno dan tertangkap oleh filsuf seperti Plato, Aristoteles dan Euclid. Para filsuf Yunani Kuno atau filsuf beraliran klasik itu mengeksplorasi konsep sistem dan menemukan gagasan (notion) tentang kebulatan atau wholeness, dan kesatuan atau union di dalam konsepsi sistem tersebut.
Dengan makna kebulatan dan kesatuan seperti itu maka jikalau orang hendak berbicara hukum sebagai suatu sistem yang konteksnya tidak dapat dilepaskan dari sesuatu yang mengatur masyarakat bangsa atau negara, maka dalam ungkapan bahasa Indonesia wholeness dan union itu dapat diberi makna bahwa ada pula gagasan menyatunya Tuhan dan manusia, spiritual dan kebendaan atau dalam budaya Indonesia dikenal konsep penyatuan antara kawulo dan Gusti. Saya mengatakan hal ini dengan konsep bertemunya arus atas dan arus bawah. Arus atas bersifat spiritual dan nilai-nilai kerohanian sedangkan arus bawah itu berwujud nilai-nilai kebendaan atau hak-hak. Itulah sistem hukum, yang kita sebut dengan hukum positif atau hukum yang berlaku di sini, di tempat ini karena dibuat oleh penguasa yang berwenang di sini dan di tempat ini, Indonesia.
Sistem hukum itu adalah menyatunya negara yang terdiri dari unsur pemerintah, dan rakyat serta wilayah dan seluruh tumpah darah Indonesia serta pengakuan internasional dengan Tuhan Yang Maha Esa. Saya berpen- dapat bahwa hal ini pernah dikemukakan Profesor Soepomo ketika paham integralistik diungkapnya, dan seperti telah dikemukakan di atas gagasan dari sistem seperti itu sempat menjadi polemik yang meluas di Indonesia
sumber bacaan Buku Sistem Hukum Pancasila Karya Prof. Dr. Teguh prasetyo, S.H., M.Si
Writer: Nazila Alvi Lisna, Yuriska
FOLLOW OUR SOCIAL MEDIA:
Ig : @sayapbening_official
Yt : Sayap Bening Law Office