Perbandingan Bentuk Pemerintahan “Bentuk Republik”
- 28 August 2021
Pemerintah republik terbagi menjadi dua yaitu pemerintahan republik serikat dan pemerintahan republik kesatuan. Pemerintahan republik serikat terbagi menjadi republik serikat parlementer (India) dan republik serikat presidentil (Amerika serikat), sedangkan pemerintahan republik kesatuan dibagi menjadi republik kesatuan parlementer (Perancis) dan republik kesatuan presidentil (Indonesia). Sejarah pembentukan pemerintahan republik lebih didasarkan atas suatu pertimbangan aspek yuridis yang dilakukan oleh suatu golongan masyarakat yang berkehendak memproklamasikan beerdirinya sebuah negara. Menurut Jellinek perbedaan antara republik dan kerajaan itu ditentukan oleh cara pembentukan kehendak negara (nach der art der staatlichen willensbildung). Dalam praktek kehidupan kehidupan kenegaraan didalam pemerintahan republik terjadi unsur penyimpangan, ada 2 (dua) pemerintahan republik yaitu pemerintahan absolut (republik kediktatoran) dan pemerintahan republik demokratik.
Pemerintahan republik absolut merupakan bentuk pemerintahan yang mengatas namakan rakyat tetapi sesungguhnya dalam kenyataannya kekuasaan rakyat hanya semata-mata dilakukan oleh penguasa tertinggi didalam negara. Kekeuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada satu tangan. Sedangkan pemerintahan republik demokratik adalah suatu bentuk pemerintahan dimana rakyat mempunyai kedaulatan tertinggi sehingga kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada rakyat dan dijalankan oleh rakyat secara langsung dan/atau melalui wakil-wakilnya. Pengaturan pembagian kekuasaan didalam negara diatur dalam undang-undang dasar negara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas jalannya pemerintahan. Kedudukan kepala negara bukan merupakan kepala eksekutif dan pemerintahan melainkan sebagai kepala negara konstitusi yang lebih tepatnya berposisi sebagai simbolik dan formalitas semata. Akan tetapi kepala negara mempunyai kewenangan untuk membentuk kabinet dan mengangkat perdana menteri baik melalui proses hearing (dengar pendapat) partai-partai politik, menyaring calon anggota kabinet yang berkualitas, hearing calon anggota kabinet dengan kepala negara kemudian kepala negara menunjuk formatur untuk menyusun kabinet.
Didalam sistem parlementer seungguhnya posisi pemerintahan sering labil mudah digoyang oleh kekuatan partai politik yang menguasai mayoritas suara di parlemen, bagi pemerintahan parlementer yang tidak cukup dukungan suara partainya diparlemen. Bagi pemerintahan parlementer yang tidak cukup dukungan suara partainya diparlementer, mereka umumnya harus pandai-pandai melakukan lobi-lobi politik yang intensif terhadap para anggota parlemen, sangat boleh jadi rekruitmen kenaggotaan kabine sangat memperhatikan posisi perimbangan kekuatan antar partai-partai yang menjadi anggota parlemen. Bagi partai yang berpengaruh kuat diparlemen rang-orang partai tersebut mendapatkan jatah kursi kabinet. Oleh sebab itu komposisi kabinet sering terdiridari beraneka rupa orang yang datang dari macam-macam latar belakang partai. Tujuannya adalah agar kabinet tidak mudah digoyah oleh parlemen. Dengan ikut duduknya orang-orang dan unsur partai-partai politik di kabinet strtegi ini akan iktu mengamankan jalannya pemerintahan.
Dalam hal terjadi krisis politik dalam suatu negara sehingga sampai muncul mosi tidak percaya parlemen terhadap kabinet, maka kabinet yang sedang berjalan dapat saja bubar, terjadi pengunduran diri dari jabatan menteri prang per orang secara kolektif mengundurkan diri atau dibubarkan parlemen dengan berbagai pertimbangan alasan yang memungkinkan memenuhi syarat bubarnya kabinet. Apabila terjadi maka akan muncul terbentuknya semacam “kabinet transisi” yang dinamakan kabinet ekstra paremennter. Proses pembentukannya tidak lagi melalui formatur tetapi langsung dan anggota kabinet dari kalangan profesional bukan lagi dari unsur partisan maka kabinet ini memiliki progra kerja yang sederhana melanjutkan program jangka pendek kabinet yang lalu dan tidak berurusan dengan hal-hal yang fundamental dan strategis.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL