Gagasan konstitusi klasik Warisan Yunani Kuno (Plato dan Aristoteles)
- 16 August 2021
Pada masa ini, karya yang sangat terkenal yang berhubungan dengan istilah konstitusi adalah karya Plato seperti Republic dan Nomoi, serta dialog-dialog Plato yang diberi judul Politicus atau Statesman yang memuat tema-tema yang berkaitan erat dengan gagasan konstitusionalisme.
Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi bergantung pada beberapa hal, yaitu tujuan negara dan cara pernimpin menjalankan pemerintahannya. Tujuan tertinggi dari negara adalah kehidupan yang baik dan hal ini merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu, Aristoteles membedakan antara konstitusi yang benar dan konstitusi yang salah dengan ukuran kepentingan bersama itu. Jika konstitusi itu diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, konstitusi itu disebutnya konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya adalah konstitusi yang salah.
Konstitusionalisme merupakan mekanisme sentral untuk mengendalikan kekuasaan politik dan menjamin kebebasan warga negara. Konstitusionalisme adalah respons politik terhadap hasil pengamatan. Konstitusionalisme mengakui adanya hukum yang lebih tinggi daripada tindakan negara dan tindakan negara akan dinilai berdasarkan hukum yang lebih superior tersebut. Konstitusionalisme bersifat unik dan mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan dokumen tertulis berdasarkan persetujuan publik yang tidak hanya secara jelas terlihat, tetapi juga secara hukum dapat ditegakkan terhadap penyelenggara negara. Konstitusionalisme memberikan status hukum pada sejumlah prinsip pemerintahan yang adil.
Konstitusionalisme tidak bertujuan mernperlernah pemerintah, tetapi mengendalikan dan menyalurkan kegiatan untuk mencapai kebaikan bersama (public good). Konstitusionalisme merupakan lawan dari kekuasaan politik yang absolut dan sewenang-wenang, terlepas dari apakah kekuasaan itu diperoleh secara demokratik ataukah tidak. Konstitusionalisme menegaskan sejumlah batasan terhadap hal-hal yang dapat dikerjakan oleh pemerintah dan menciptakan sejumlah institusi untuk mencegah pemerintah bertindak melanggar batasan tersebut. Walaupun belum terinstitusi secara apik dan tegas yang disebut sebagai konstitusionalisme, dalam sejarahnya, paham konstitusionalisme pada dasarnya sudah hadir sejak tumbuhnya demokrasi klasik Athena. Politeia yang menjadi bagian dari kebudayaan Yunani merupakan embrio awal lahirnya gagasan konstitusionalisme, yang dalam istilah politeia mengandung makna berikut:
“AII the innumerable characteristic which determine that state's peculiar nature, and these include its whole economic and social texture as well as matters governmental in our narrower modern sense. It is a purely descriptive term, and as inclusive in its meaning as our own use of the world constitution when we speak generally of man's constitution or of the constitution of matter”
Hukum pada periode Yunani Kuno, seperti yang dikemukakan oleh Plato, Socrates, dan Aristoteles pun mengakui hadirnya semangat konstitusionalisme dalam praktik ketatanegaraan polis Athena. Aristoteles, dalam bukunya Politics, menyatakan, ("A constitution (or polity) may be defined as the organization of a polis, in respect of its offices generally, but especially in respect of that particular office which is souverign in all issues”).
Sekalipun demikian, belum tegasnya pemisahan antara negara dan masyarakat dalam model pemerintahan negara kota Athena, yang berarti warga negara sekaligus menjadi pelaku kekuasaan politik yang memegang peran dalam fungsi legislatif dan pengadilan mengakibatkan paham konstitusionalisme Yunani Kuno menjadi tidak jelas. Kekaburan antara negara dan masyarakat dalam demokrasi murni, yang menghendaki partisipasi secara langsung inilah, yang memicu penolakan Plato dan Aristoteles terhadap demokrasi. Menurut Aristoteles, suatu negara yang menerapkan demokrasi murni, dengan kekuasaan tertinggi berada ditangan suara terbanyak dan kekuasaan menggantikan hukum, telah berpotensi melahirkan para pemimpin penghasut rakyat yang menyebabkan demokrasi tergelincir menjadi despotisme." Berawal dari kritik itulah, Aristoteles, pada masa Romawi Kuno, melahirkan gagasan tentang arti penting sebuah konstitusi. Konstitusi diharapkan dapat mencerminkan dan menyeimbangkan kepentingan dari semua golongan politik menjadi suatu harapan. Pada periode Romawi Kuno, konstitusi mulai dipahami sebagai kekuatan di atas negara dan aturan yang menjadi pedoman bagi bangunan kenegaraan, yang hendak didirikan berdasarkan prinsip the higher law konstitusi.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL