MEMPEROLEH KEADILAN
- 19 December 2022
Norma tertinggi dari setiap sistem hukum adalah keadilan, yang disimbolkan oleh patung berpenutup mata yang menimbang para pihak dalam timbangannya dan semboyan Mahkamah Agung “Keadilan Yang Setara Dalam Hukum.” Namun mekanisme pasar dalam memberikan representasi legal menghasilkan ketimpangan dalam masyarakat (Abel 1979). Sistem hukum Amerika merespons persolan ini dengan lambat dan tidak meyakinkan (Rhode 2000). Hingga 1963,
para terdakwa yang tidak memiliki wakil menghadapi jaksa profesional dalam kejahatan-kejahatan berat (Gideon v. Wainwrighti 1963) dan pelanggaran hukum ringan hingga 1972 (Argersinger v. Hamlin 1972). Dengan sedikit pengecualian, pengadilan menolak untuk memperluas Sixth Amandement sehingga mencakup konsultasi hukum dari kasus-kasus kriminal pada sipil (namun lihat Dewan 2005). Bahkan setelah terdakwa diberi hak konstitusional untuk mendapatkan penasihat hukum, pemerintah membatasi anggaran. Seperti ketika walikota New York, mantan jaksa Rudolph Giuliani memotong dana bantuan hukum secara drastis, mengalihkan setengah dari seluruh terdakwa pada penasihat hukum swasta (Fritsch dan Rohde 2001a; 2001b; 2001c). Namun dengan tarif rata-rata $40 per jam di dalam pengadilan dan $25 di luar pengadilan, hanya 1200 pengacara yang bersedia menerima kasus. Seorang pengacara mendapatkan $125.041 pada tahun 2000 dengan menangani 1600 kasus, menumpuk dokumen-dokumen kasusnya, sehingga “ketika tenggat waktu mendekat, saya kehilangan dokumen tersebut.” Namun dia “senang” menjadi “pengacara bertarif 0.250.”
Sebelum pemerintah mulai mendanai bantuan hukum sipil pada 1965, belanja nasional total adalah $5 juta (Abel 1985). Jumlah tersebut mencapai puncaknya menjadi $320 juta pada 1980 (hari-hari terakhir Carter), sebelum partai Republik membagi dua anggarannya dalam dolar riil dan menerapkan banyak batasan, melarang kategori-kategori kasus tertentu (misal, hak suara, desegregasi, dan aborsi), lobi, class action, dan representasi klien yang tidak terdokumenkan (Abel dan Udell 2002). Terdapat satu tantangan untuk melarang reformasi kesejahteraan (Legal Services Corporation v Velazquez 2001). Meski negara bagian meningkatkan dananya, namun bahkan yurisdiksi liberal yang kaya seperti California hanya menghabiskan $13 per klien yang memenuhi syarat untuk layanan hukum sipil (Weinstein 2002); Mississippi menghasikan $3,19 per kapita bagi pembelaan kriminal (Liptak 2003b). Kaum konservatif menantang sumber pendanaan utama negara bagian bunga pada rekening pengacara untuk “mengambil” uang dari klien tanpa proses yang adil (Brown v Legal Foundation of Washington 2003). Kepentingan bisnis mendorong legislatur Virgina untuk mengurangi pendanaan bagi pekerja pertanian yang tidak terdokumentasikan (Weinstein 2001). Industri membujuk Mahkamah Agung Louisiana untuk menghalangi University’s Environmental Law Clinic agar tidak mewakili kelompok komunitas, dan pengadilan federal memberlakukan peraturan tersebut (Southern Christian Leadership Conference v Louisiana Supreme Court 2001). Karena frustasi terhadap ketidakefi sienan dalam menangani penuntut yang tidak memiliki wakil, pengadilan memperkenalkan pembantu pengacara, penasihat pro se, dan terminal komputer, dan melarang pengacara di kedua belah pihak (Liu 1999; Morin 2002; Wilgoren 2002). Untuk merespons pembatasan sumber daya dan kemampuan Legal Services Corporation, pertumbuhan dramatis praktek perusahaan hukum (dalam ukuran dan pendapatan per kapita), dan kebutuhannya untuk menarik dan mempertahankan para sarjana hukum, fi rma besar memperluas dan menginstitusionalisasikan program-program pro bono mereka (Cummings 2004).
Sumber Bacaan Buku hukum dan politik Karya Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen dan Gregory A. calderia