HUKUM KETENAGAKERJAAN (PUNALE SANKSI)
- 23 February 2022
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, selain perbudakan dan kerja paksa, dikenal pula istilah punale sanksi. Punale Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada pekerja karena meninggalkan atau menolak melakukan pekerjaan tanpa alasan yang dapat diterima dengan pidana denda antara Rp16,00 (enam belas rupiah) hingga Rp25,00 (dua puluh lima rupiah) atau dengan kerja paksa selama 7 hari hingga 12 hari. Punale sanksi merupakan produk dari terbitnya Agrarische wet (Undang-undang Agraria) Tahun 1870 yang isinya mendorong munculnya perkebunan-perkebunan swasta besar sehingga membutuhkan pekerja/buruh dalam jumlah banyak. Agar perkebunan memperoleh jaminan bahwa pekerja/buruh tetap melakukan pekerjaannya maka dikeluarkan Algemene Polite Strafreglement (Stbl 1872 Nomor 3) yang memuat punale sanksi.
Jika dilihat dari aspek yuridis, punale sanksi memberi kedudukan yang tinggi pada para pengusaha dan mudah untuk disalahgunakan karena posisi kerja/buruh yang lemah dan kurangnya pengawasan dalam bidang ketenagakerjaan. Melihat punale sanksi yang amat memberatkan bagi para buruh perkebunan, membuat parlemen Belanda melakukan kecaman terhadap pemberlakuan punale sanksi sehingga pada Tahun 1879 punale sanksi dicabut. Namun, satu Tahun selepas dicabutnya punale sanksi, yakni pada Tahun 1880 di Sumatera Timur keluar peraturan yang serupa dengan punale sanksi yang disebut Koeli Ordonnantie. Pada Tahun-Tahun berikutnya peraturan serupa juga diberlakukan untuk daerah-daerah lain. Peraturan tersebut baru dicabut pada Tahun 1941 dan baru mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1942.
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum. Drs. Saefulloh Purwaningdyah, MW, S.H, M.Hum.