HUKUM DAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA
- 21 July 2021
Hukum sebagai bagian dari kaidah sosial tidak lepas dari nilai nilai yang berlaku di suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan cerminan dari nilainilai yang berlaku dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hu kum yang hidup (the living law) dalam masyarakat yang tentunya sesuai pula dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya. Nilainilai itu tidak lepas dari sikap dan sifat-sifat yang dimiliki orangorang yang menjadi anggota masyarakat. Dalam masyarakat yang sedang dalam proses peralihan (intransition), nilainilai tersebut tentunya sedang dalam proses perubahan pula. Dalam proses transisi ini yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah perubahan yang terjadi pada manusia yang menjadi anggota masyarakat dan nilai-nilai yang dianut.
Untuk mendapatkan kejelasan tentang konsep nilai dan kaitan nya dengan hukum yang menjadi inti konsep budaya hukum, berikut ini akan diuraikan tentang pengertian nilai, perwujudan dan fungsi nilai, orientasi dan perubahan nilai, dan terakhir tentang nilai-nilai hukum.
KONSEP TENTANG NILAI
Secara umum ‘nilai’ dapat diartikan sebagai kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia, baik ditinjau dari sudut lahir maupun batin. Max Scheler (dalam Wahana, 2004) berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pem bawanya, merupakan kualitas apriori, yaitu telah dapat dirasakan oleh manusia tanpa melalui pengalaman indrawi terlebih dahulu. Meskipun pembunuh tidak pernah dinyatakan sebagai jahat, tetapi akan tetap sebagai jahat dan meskipun yang baik tidak pernah dimengerti sebagai baik, tetap merupakan yang baik. Itulah nilai baik dan buruk.
Kualitas nilai tidak berubah ketika pembawanya berubah, dan tidak rusak ketika pembawanya dimatikan atau dihancurkan. Ini menunjuk kan bahwa ada perbedaan antara nilai dan pembawanya. Warna biru tidak menjadi merah ketika objek yang berwarna biru itu dicat menjadi merah. Demikian pula suatu nilai tertentu tidak akan berubah ketika pembawanya berubah. Nilai persahabatan tidak akan terhapus ketika seorang teman menunjukkan ketidaksetiaan.
Dalam perwujudannya, nilai tidak berada pada dirinya sendiri, tetapi selalu tampak pada pembawa nilai atau objek bernilai. Pembawa nilai ini merupakan objek yang nyata, misalnya batu, kanvas, kertas, sikap, dan gerakan yang dapat diketahui melalui indra. Meskipun jelas objeknya, tetapi jika kita tidak dapat menangkap objek bernilai itu melalui indra, nilai yang bersangkutan tidak akan tampak pada kita. Namun, apakah kita dapat menemukan dan memahami nilai yang ada pada objek bernilai itu hanya dengan menggunakan indra dan pikiran? Menurut Scheler (dalam Wahana, 2004), pikiran itu buta terhadap nilai. Nilai tidak dapat dilihat dan dirasakan dengan pikiran, akan tetapi kita dapat sampai dan merasakan melalui intuisi emosional. Intuisi memi liki kemampuan yang tepat dalam menangkap dan merasakan nilai serta tanpa membutuhkan dasar pengalaman indrawi terlebih dahulu terhadap objek bernilai yang terkait.
Sathe (dalam Ndraha, 1997) mendefinisikan nilai sebagai basic as-sumption about what ideals are desirable or worth striving for. Ungkapan worth striving for menunjukkan bahwa pada suatu saat seseorang rela mengorbankan nyawanya untuk mengejar suatu nilai tersebut. Hosfstede (dalam Ndraha, 1997), mendefinisikan nilai sebagai a broad tendency to prefer certain states of affairs over other. Definisi ini merupakan ring kasan dari definisi Kluckhohn, yaitu: “A value is a conception, explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristics of a group, of the desirable which influences the selection from available modes, means and ends of actions.”
Danandjaja berpendapat bahwa nilai adalah pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai sesuatu yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Nilai dapat dibedakan menjadi nilai subjektif dan nilai objektif. Nilai subjektif adalah sesuatu yang oleh seseorang dianggap dapat memenuhi kebutuhannya pada suatu waktu, dan oleh karena itu seseorang tersebut berkepentingan atasnya. Oleh karena itu sesuatu tersebut dicari, diburu, dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat. Nilai subjektif disebut juga nilai ekstrinsik, misalnya nilai ekstrinsik suatu barang berbeda menurut seseorang dibanding dengan orang lain. Sementara nilai objektif adalah sesuatu yang mengandung nilai bagi setiap orang. Berdasarkan anggapan ini seolah-olah ada sebuah bag of virtues, kantong berisi nilai yang siap ditransfer kepada orangorang, dan nilai ini disebut juga nilai intrinsik. Nilai objektif dapat dikonstruksi berdasarkan kategorikategori nilai tertentu, yaitu:
(i) hal yang dipentingkan, pilihan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan;
(ii) hal yang baik, pilihan berdasarkan per timbangan moral atau kesadaran etik; dan
(iii) hal yang benar, pilihan berdasarkan pertimbangan logika. Sistem nilai objektif ini dijadikan dasar bagi penyusunan sistem nilai normatif.
Soekanto mengemukakan, bahwa nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat selalu berpasang-pasangan. Pasangan nilai-nilai tersebut kadangkadang bersitegang dengan akibat bahwa keserasiannya goyah, sehingga hanya ada satu nilai yang menjadi pegangan. Akibatnya terjadi ketidakserasian di dalam kehidupan bersama, yang kadang-kadang sama sekali tidak disadari, oleh karena para panutan di dalam masyarakat bersikap demikian. Pasangan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: nilai ketertiban berpasangan dengan nilai ketenteraman, nilai kepastian hukum berpasangan dengan nilai kesebandingan hukum, nilai kepen tingan umum berpasangan dengan nilai kepentingan pribadi, dan nilai kebendaan berpasangan dengan nilai keakhlakan. Tugas hukum adalah menyeimbangkan pasangan-pasangan nilai tersebut.
Sumber : Buku Budaya Hukum Hakim By Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H
picture's credit : from pinterest belong to the owner