PANDANGAN PLATO TENTANG NEGARA HUKUM
- 12 October 2021
1. Ajaran tentang Ide
Salah satu pemikiran Plato yang sangat fenomenal yakni ajaran tentang ide-ide. Ajaran tentang ide-ide ini merupakan inti dasar seluruh filsafat Plato. Namun, arti ide yang dimaksud oleh Plato berbeda dengan pengertian orang-orang modern sekarang, yang hanya mengartikan bahwa kata ide adalah suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam pemikiran. Dengan demikian, orang-orang akan menganggap bahwa ide merupakan sesuatu yang bersifat subjektif belaka. Plato mengartikan kata ide sebagai sesuatu yang objektif. Menurut Plato, ada ide-ide yang terlepas dari subjek yang berpikir. Plato juga mengatakan bahwa semua yang ada di entitas ini ada di alam ide tersebut. Alam tersebut dianalogikan seperti cetakan kue dan kue-kuenya adalah entitas-entitas ini.
Menurut Plato, ide-ide tidak bergantung pada pemikiran; sebaliknya, pemikiran bergantung pada ide-ide. Justru karena ada ide-ide yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain adalah menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
Adanya Ide-ide
Munculnya pemikiran Plato tentang ide-ide terinspirasi dari gurunya, yakni Socrates. Dalam hal ini, Socrates dikisahkan bahwa ia berusaha mencari definisi-definisi. Ia tidak puas dengan menyebut satu per satu perbuatan-perbuatan yang adil atau tindakan-tindakan yang berani. Ia ingin menyatakan perihal keadilan atau keberanian itu sendiri, atau bisa dikatakan bahwa Socrates mencoba mencari hakikat atau esensi keadilan dan keutamaan-keutamaan lain tersebut. Karena pemikiran gurunya inilah, Plato kemudian meneruskan usaha gurunya tersebut lebih jauh lagi. Menurut dia, esensi mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan konkret. Ide keadilan, ide keberanian, dan ide-ide lain itu ada.
Adapun asal-usul yang lain dari ajaran Plato tentang ide-ide ialah berkaitan dengan ilmu pasti. Sebagaimana kita ketahui, bahwa ilmu pasti sangat diutamakan dalam akademi Plato, dan di bidang ini Plato terpengaruh oleh kaum Pythagorean. Menurut Plato, ilmu pasti berbicara tentang segitiga, namun segitiga yang dimaksud itu bukan segitiga yang konkret, melainkan segitiga yang ideal, maka Plato menarik kesimpulan bahwa segitiga itu memiliki realitas juga, biarpun tidak dapat ditangkap oleh indra. Tidak mungkin bahwa ilmu pasti membahas sesuatu yang tidak ada. Jadi, mesti terdapat suatu ide “segitiga”
2. Ajaran Tentang Jiwa
Plato menganggap jiwa sebagai pusat atau intisari kepribadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak saja dipengaruhi oleh Socrates, tetapi juga oleh Orfisme dan Mazhab Pythagorean. Dengan mempergunakan semua unsur itu, Plato menciptakan suatu ajaran tentanng jiwa yang berhubungan erat dengan pendiriannya mengenai ide-ide.
Bagian Bagian Jiwa
Jiwa terdiri dari tiga bagian. Kata “bagian” ini harus dipahami sebagai “fungsi” sebab Plato sama sekali tidak memaksudkan bahwa jiwa mempunyai keluasan yang dapat dibagi-bagi. Pendirian Plato tentang tiga fungsi jiwa tentu merupakan kemajuan besar dalam pandangan filsafat tentang manusia. Bagian pertama ialah bagian rasional (to logistikon). Bagian kedua ialah “bagian keberanian” (to thymoeides). Bagian ketiga ialah “bagian keinginan” (to epithymetikon). Pada “bagian keberanian” dapat dibandingkan dengan kehendak, sedangkan “bagian keinginan” menunjukkan hawa nafsu.
Plato menghubungkan ketiga bagian jiwa masing-masing dengan salah satu keutamaan tertentu. Bagian keinginan mempunyai pengendalian diri (sophorosyne) sebagai keutamaan khusus. Untuk “bagian keberanian” keutamaan yang spesifik (andreia). Sementara, “bagian rasional” dikaitkan dengan keutamaan kebijaksanaan (phronesis atau sophia).
Dikatakan bahwa, karena hukumlah sehingga jiwa dipenjarakan dalam tubuh. Secara mitologis, kejadian ini diuraikan dengan pengibaratan jiwa laksana sebuah kereta yang bersais (fungsi rasional), yang ditarik oleh dua kuda bersayap, yaitu kuda kebenaran, yang lari ke atas, ke dunia ide, dan kuda keinginan atau nafsu, yang lari ke bawah, ke dunia gejala. Dalam tarik-menarik itu akhirnya nafsulah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke dunia gejala dan dipenjarakanlah jiwa.
Agar jiwa dapat dilepaskan dari penjaranya, orang harus mendapatkan pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat ide-ide, melihat ke atas. Jiwa yang di dalam ini berusaha mendapatkan pengetahuan itu kelak setelah orang mati. Jiwa akan menikmati kebahagiaan melihat ide-ide, seperti yang telah dia alami sebelum dipenjarakan di dalam tubuh. Plato berpendapat bahwa ada praeksistensi jiwa, dan jiwa tidak dapat mati. Hidup di dunia bersifat sementara saja. Sekalipun demikian, manusia begitu terpikat kepada dunia gejala yang dapat diamati, sehingga sukar baginya untuk naik ke dunia ide. Hanya orang yang benar-benar mau mengerahkan segala tenaganyalah yang akan berhasil.
Refrensi bacaan : Buku Negara Hukum Dalam Pemikiran Politik Karya Dr. Thomas Token Pureklolon, M.Ph.,M.M.,M..Si
(illustration from pinterest and belong to the owner)