MERANCANG DAN MENYUSUN UNDANG UNDANG DASAR
- 01 December 2021
Konstitusi terkodifikasi merupakan undang-undang dasar (UUD) yang dimiliki setiap negara untuk mengatur permasalahan negara. Muncul sebuah pertanyaan, konstitusi terkodifikasi negara mana yang pertama kali lahir? Zaman pra-modern pun mencatat beberapa negara atau yurisdiksi yang sudah berkonstitusi.
A. UUD 1945 Dan Lembaga Kejaksaan
Di akhir 2014, bertempat di National University of Singapore (NUS), Singapura, penelaahan dilakukan terhadap UUD di dunia dari karya Albert Blaustein (editor utama). UUD tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Inggris dengan dilengkapi beberapa catatan hampir 200 UUD di dunia. Terjemahan tersebut berjudul Constitutions of the Countries of the World, yakni UUD asli dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, serta dikompilasi ke dalam dua seri.
Kedua seri konstitusi tersebut dikerjakan dari tahun ke tahun, oleh Albert P. Blaustein1 (principal editor, bersama Gisbert H. Flanz, co-editor) dengan judul Constitutions of the Countries of the World (20 jilid) dan Constitutions of Dependencies and Special Sovereignties (8 jilid).
Pembahasan ini difokuskan pada peran dan kedudukan Jaksa Agung dan Kejaksaan dalam pelbagai konstitusi di dunia. Fokus penelaahan didorong oleh pertanyaan yang terus menggelitik dari tahun ke tahun, yakni mengapa Institusi Kejaksaan dan jabatan Jaksa Agung tidak tercantum, baik dalam UUD 1945 yang asli maupun yang sudah diamendemen 4 kali (1999, 2000, dan 2001, 2002)? Padahal Institusi Kejaksaan dan jabatan Jaksa Agung menduduki posisi strategis dalam sistem peradilan pidana.
B. Beberapa Pengertian Dan peristilahan
Secara etimologis, konstitusi berasal dari bahasa Latin, constitutiones principis. Di zaman Kekaisaran Romawi, istilah konstitusi merupakan keseluruhan hukum tertulis yang dibuat oleh Kaisar dalam edicta, mandata, decreta, dan rescriptia. Hukum tersebut terus berlaku hingga saat diganti dengan hukum tertulis berikutnya.
Hukum dasar yang tidak terkodifikasi seperti di Inggris, merupakan hasil proses yang lama atau evolusi dari pembuatan undang-undang oleh parlemen, putusan-putusan pengadilan, dan konvensi-konvensi (conventions) yang mengatur suatu pemerintahan yang konstitusional, bukan pemerintahan yang bersifat mutlak.
C. Penulis atau penyusun UUD
Jika konstitusi tertulis atau terkodifikasi, maka konstitusi tentu memiliki penyusun atau penulis baik suatu tim maupun individu. Penulis atau penyusun Konstitusi Amerika Serikat (1787, berlaku sejak 1789) adalah sebuah Tim yang diketuai oleh G. Morris, pengacara yang menjadi negarawan. Sedangkan penyusunan substansinya di- kerjakan oleh Thomas Jefferson (kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat Ke-3, 1801–1809).
Satu abad kemudian Jepang memiliki UUD Modern (1889) untuk pertama kalinya. Penulisnya atau penyusunnya Pangeran Ito Hirobumi dengan dibantu oleh beberapa pakar.12 UUD tersebut dikenal sebagai Konstitusi Meiji, yang berlaku hingga tahun 1947. Setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang memiliki UUD 1947, sebuah konstitusi terkodifikasi yang lebih demokratis dan sampai sekarang masih berlaku.
Tujuan mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah untuk memulihkan keadilan dengan jalan meluruskan putusan-putusan hakim yang keliru dan menyimpang. Walaupun, bila kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung, putusan MA jenis ini tidak boleh merugikan pihak yang sudah diputus.
Perihal kekuasaan Jaksa Agung dimaksud, menurut Lukman Naam, berlaku bagi segala putusan pengadilan (pidana, perdata, tatausaha ne- gara, dan militer).
D. Tempat Kejaksaan Dalam UUD Versi Komisi Konsitusi
Sementara itu, tahun 2003 telah dibentuk Komisi Konstitusi, sebagai rea- lisasi dari Ketetapan No. 1/MPR/2002, dengan tugas melakukan kajian secara menyeluruh (comprehensive) terhadap “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, hasil amendemen yang di- lakukan MPR RI sebanyak 4 kali (1999, 2000, 2001, dan 2002). Mengenai hal itu, dalam sidangnya di tahun 2003, MPR mengeluar- kan Keputusan No. 4/MPR/2003 tentang Susunan, Kedudukan, Kewe- nangan, dan Keanggotaan Komisi. Komisi Konstitusi beranggotakan 31 orang pakar (17 orang di an- taranya berlatar belakang ilmu hukum, seperti profesor hukum, ahli pe- neliti hukum, ahli hukum perbandingan, doktor hukum, magister hukum, sarjana hukum) bersama tokoh masyarakat dari pelbagai wilayah, se- bagai hasil seleksi akhir dari 62 orang yang terpilih melalui penyaringan semacam “fit and proper test” dari sebanyak 300-an orang lebih.
Akhirnya, dalam Rapat Pleno pada 6 Mei 2004, kepada Badan Be- kerja MPR RI Komisi Konstitusi menyerahkan dua dokumen berikut:
1. Buku I Naskah Akademik Kajian Komprehensif Komisi Konstitusi tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Buku II Persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil Perubahan dan Usul Komisi Konstitusi. Komisi Konstitusi mengemukakan 4 hal sebagai pertimbangan, untuk mencantumkan institusi Kejaksaan dalam UUD
Ada dua aspek wewenang pokok mengadili dari kekuasaan ke- hakiman, yaitu 1) Aspek institusional berupa jenis-jenis kelembagaan peradilan yang diserahi kekuasaan kehakiman; 2) Aspek fungsional berupa ragam fungsi yang diserahkan oleh undang-undang kepada badan-badan kekuasaan kehakiman.
Kedua aspek di atas belum diakomodasi oleh MPR dalam per- ubahan ke-III UUD 1945 dan belum menampung aspirasi masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kekuasaan yang tidak memuat tentang lembaga-lembaga lain yang juga mempunyai peranan sangat penting (untuk penegakan hukum).
Refrensi bacaan Buku Eksistensi Kejaksaan Dalam Konsitusi Di Berbagai Negara Karya Prof. EQ.RM Surachman; Dr. Jur (Can) Jan S. Maringka
Writer: Nazila Alvi Lisna, Yuriska
FOLLOW OUR SOCIAL MEDIA:
Ig : @sayapbening_official
Yt : Sayap Bening Law Office