Sosiologi Hukum Empirik
- 19 December 2021
Menurut Bruggink, sosiologi hukum mengumpulkan bahan- bahannya dari perspektif eksternal, artinya dari suatu titik pengamat yang mengobservasi. Dengan menggunakan metoda- metoda kuantitatif, ia mencoba meregistrasi, menata materi untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara kaidah- kaidah hukum dan kenyataan kemasyarakatan. Metode yang ia gunakan bersandar pada ilmu-ilmu alam. Metode ini digunakan karena membuahkan hasil penelitian yang lebih murni atau objektif. Teori kebenaran yang ia gunakan adalah teori korespondensi.
Teori kebenaran ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran tradisional, yang paling awal dan paling tua. Berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles, yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenali oleh subjek. Dengan demikian, suatu pengetahun mempunyai nilai benar apabila pengetahun itu mempunyai kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya. Teori ini bermaksud menciptakan sebuah gambaran kenyataan kemasyarakatan, yang di dalamnya berfungsi kaidah-kaidah hukum dan mencoba menghindarkan apa saja yang dapat menghalangi dihasilkannya gambaran yang tepat. Secara ekstrim pandangan ini menyebabkan bahwa teori ini hanya boleh memuat proposisi normatif atau empirik. Proposisi ini akan menonjolkan subjektif peneliti. Oleh karena itu, sosiologi hukum seperti ini termasuk aliran positivisme.
Salah satu contoh penelitian ini adalah seorang peneliti yang berusaha menurunkan jumlah korban kecelakaan lalulintas, dengan mengubah kecepatan maksimum yang diizinkan di jalan bebas hambatan (tol) dalam suatu undang-undang. Peneliti itu menguji hasil perubahan kecepatan maksimum yang diijinkan di jalan tol, dengan mengukur kepatuhan pada kecepatan maksimum sebelum dan sesudah perubahan itu. Penelitian ini memperlihatkan bahwa orang mematuhi undang-undang dan jumlah korban kecelakaan lalu lintas berkurang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada kemungkinan perubahan undang-undang itu sungguh mencapai tujuan. Penelitian ini sekilas memberikan lebel efektif kepada undang-undang tersebut.
Sosiologi hukum empirik ini merupakan kata lain untuk penelitian hukum kuantitatif. Menurut penulis, beberapa alasan yang mendukung pernyataan di atas sebagai berikut. Pertama, kriteria kualitas sangat percaya kepada kriteria Rigor, yang menunjukkan kesahan eksternal dan internal. Pada dasarnya, kriteria tersebut sangat bagus (menurut Guba dan Lincoln). Akan tetapi, memiliki cakupan yang sempit. Hal ini bersumber pada kenyataan, bahwa kebanyakan ekperimen memasukan situasi yang kurang dikenal, buatan dan memiliki masa hidup yang sangat singkat. Hal tersebut membuat konteks penelitian tak bisa digeneralisasikan pada konteks lainnya. Kedua, Sosiologi Hukum empirik ini bersumber pada teori apriori. Kebanyakan teori yang disusun, pada hakikatnya adalah deduktif dan logis dalam pengetahuan perilaku sosial. Proses penyusunan teori berputar pada proses deduksi yang bisa diverifikasi dari dunia nyata, atas dasar asumsi apriori. Setelah teori ini tersusun, sosiologi hukum akan bertanya apakah X dapat menyebabkan Y? Apakah Undang- Undang X dapat mengubah perilaku seseorang pengendara di jalan tol (misalnya)? Ketiga, sosiologi hukum seperti ini lebih difokuskan untuk kebutuhan teoretikal.
Sumber bacaan Buku Pengantar Hukum Sosiologi Karya Yesmil Anwar
Illustration from pinterest and belong to the owner