KESADARAN DAN IDEOLOGI LEGAL
- 16 January 2023
Kesadaran dan Ilegal terdiri atas wilayah besar ketiga dalam keilmuan hukum dan masyarakat. Keputusan- keputusan yang diambil oleh para birokrat, pejabat hukum, dan para aktor privat yang dibahas di atas memiliki pengaruh karena adanya efek langsung dari tindakan mereka terhadap kehidupan manusia: menolak hipotek; menghentikan dan menggeledah orang yang dicurigai; menyalurukan konfl ik personal keluar dari hukum. Namun, dari perspektif ideologis, apa yang lebih penting bagi hukum adalah makna yang dibawa oleh keputusankeputusan tersebut. Nilai-nilai apa yang berada dalam kategori “tersangka” dan “bukan tersangka” dan bagaimana hal itu dibawa dalam setiap perjumpaan? Para peneliti hukum dan masyarakat mengingatkan kita bahwa hukum dikonstruksi melalui kateogri-kategori semacam itu. Ketika pegawai pengadilan lokal menolak keluhan dari warga dan menganggapnya sebagai bukan perkara hukum, sesungguhnya dia tengah membuat hukum bagi pengadilan (Yngvesson 1993). Serupa dengan itu, dengan banyaknya perlintas yang diperiksa oleh keamanan bandara, para agen pemerintahan berkomunikasi bahwa undang-undang perbatasan Amerika berbeda dari sebelum 11 September; negara menjadi lebih kuat, mengawasi tidak hanya paspor dan bawaan kita, melainkan juga gesper, sikat gigi, dan pemotong kuku kita.
Studi-studi mengenai praktek penaksiran yang dilakukan oleh perusahaan asuransi, misalnya, menggarisbawahi kekuatan yang berasal dari perkataan untuk menerima atau menolak klaim asuransi (Simon 1988; Glenn 2000). Para peneliti telah meneliti beragam wilayah hukum untuk mengungkap asumsi-asumsi tersembunyi, seperti dalam bias rasial asuransi, yang mengistimewakan orang-orang tertentu. Banyak karya mendokumentasikan disparitas ras dan gender yang muncul dari konsep atau prinsip yang netral. Seperti yang disebutkan oleh judul dari salah satu artikel, “apakah ‘person yang masuk akal merupakan standar yang rasional dalam dunia yang multicultural?” (Minow dan Rakoff 1998). Fokus terhadap ideologi legal mencermati kategori-kategori hukum dan bagaimana kategori tersebut digunakan, agar bisa mengungkap proses yang dengannya makna legal dikonstruksi. Meski para ilmuwan politik telah mengetahui konstruksi ideologi konstitusional, para ilmuwan hukum dan masyarakat menganalisa narasi, asumsi, dan nilai-nilai di wilayah lain hukum kontrak dan kerugian (Engel 1984), pekerjaan, properti, keluarga, dan sebagainya.
Jika pengetahuan adalah kekuatan, maka bagaimana manusia memperoleh pengetahuannya tentang hukum? Dengan meneliti “krisis litigasi” dalam undang-undang kerugian dan liputan media mengenai undang-undang kopi dan anti tembakau, Haltom dan McCann (2004) mendapati bahwa konvensi institusional liputan berita yang dikombinasikan dengan nilai-nilai kultural mengenai arti penting tanggung jawab personal untuk meredam suara para ilmuwan litigasi dan penuntut. Kelompok-kelompok kepentingan dalam beragam isulegal bertarung untuk memperebutkan hati dan pikiran juri dan publik. Meski para reformer hukum kerugian memainkan tangan mereka di media massa, para penggugat memilih strategi legislatif dan lobi yudisial. Selain citra surat kabar mengenai isu atau kasus hukum, televise dan film memberikan banyak materi bagi produksi kultural hukum. Drama hukum, konfl ik atntara baik dan buruk, terdakwa dan korban, kekacauan dan ketertiban, seluruh hal tersebut membawa makna hukum. Penelitian survei mengenai “efek CSI,” misalnya, tidak memberikan hasil yang jelas, namun beberapa pengacara meyakini bahwa siaran TV membentuk gagasan tentang hukum dalam benak publik. Para jaksa mengkhawatirkan bahwa para pemirsa yang keranjingan menyaksikan serial CSI, ketika diminta untuk menjadi juri, akan menjadi enggan menjatuhkan hukuman kecuali jika ada bukti ilmiah. Studi-studi tetang kesadaranlegal mengeksplorasi bagaimana pengalaman dan pemahaman manusia terhadap hukum diterjemahkan ke dalam tindakan dan bagaimana tindakan sosial pada gilirannya membentuk relasi mereka dengan hukum. Sekedar contoh, Ewick dan Silbey (1998) melakukan wawancara mendetil dengan orang-orang dari beragam latar belakang dan mendapati adanya tiga narasi berbeda mengenai hukum, masing-masing memiliki nilai dan struktur normatifnya sendiri: hukum sebagai hal yang imparsial, obyektif, dan jauh; hukum sebagai permainan yang dibentuk oleh kepentingan diri dan sumber daya individual; hukum sebagai kekuatan untuk melakukan penentangan. Penelitian lain mengenai kesadaran legal, yang meneliti pengalaman dan pemahaman manusia mengenai bagaimana seharusnya hukum merespons wicara publik yang ofensif, mendapati variasi penting dalam bentuk respons yang ditentukan oleh ras dan gender (Nielsen 2004). Engel dan Munger (2003) meneliti bagaimana penyandang disabiltias memahami dan menggunakan hakhak baru mereka yang disebutkan dalam American for Disabilities Act. Penulis menyimpulkan bahwa identitas individual merupakan kuncui bagi persepsi akan, dan pengalaman dengan, hak-hak hukum. Para ilmuwan hukum dan politik harus mendapatkan material penting di sini agar bisa mengintegrasikannya dengan penelitian mengenai partisipasi politik, framing isu, teori ras, atau yurisprudensi feminis.
Sumber Bacaan Buku hukum dan masyarakat Karya Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen dan Gregory A. calderia