BERLAKUNYA KEMBALI UUD TAHUN 1945
- 12 September 2021
Dekret Presiden 5 Juli 1959 merupakan ketukan palu bagi berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dalam Dekret Presiden tersebut memuat tiga hal sebagai berikut.
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak lanjut Dekret Presiden 5 Juli 1959 dibentuk beberapa lembaga negara, baik Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Pembacaan Dekret Presiden 5 Juli 1959
Setelah diumumkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali diberlakukan sebagai undang-undang dasar negara Indonesia menggantikan UUDS 1950. Periode berlakunya kembali UUD 1945 setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959 dikenal dengan periode atau masa demokrasi terpimpin. Sehari sesudah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Perdana Menteri Djuanda mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno sehingga berakhirlah Kabinet Karya. Pada 10 Juli 1959 Presiden mengumumkan kabinet baru yang disebut Kabinet Kerja. Dalam perjalanannya, pelaksanaan UUD 1945 ini mengalami penyimpangan. Penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini sebagai berikut.
1. Presiden mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota MPRS.
2. Presiden menjadi ketua DPA dan mengangkat wakil ketua DPA.
3. Presiden membubarkan DPR.
4. Sentralisasi kekuasaan.
5. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pada 11 Maret 1966 Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud membawa surat perintah Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Letjen Soeharto. Surat perintah ini kemudian lebih dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Isi Supersemar antara lain pemberian wewenang dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat pasca G 30 S/PKI. Proses peralihan kekuasaan tersebut menempatkan Jenderal Soeharto sebagai tokoh utama dan lahirlah masa Orde Baru. Orde Baru merupakan sebuah istilah yang digunakan sebagai pembeda antara periode kekuasaan Presiden Soekarno (Orde Lama) dan periode kekuasaan Presiden Soeharto. Orde Baru lahir sebagai upaya untuk hal-hal berikut.
1. Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Lama.
2. Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
3. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
4. Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Pada masa Orde Baru UUD 1945 dijadikan konstitusi yang sangat “sakral” di antaranya melalui sejumlah peraturan berikut.
1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
Masa pemerintahan Orde Baru juga tidak luput dari berbagai penyimpangan. Salah satu penyimpangan yang memicu reformasi adalah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, beberapa pasal dalam UUD Tahun 1945 bermakna ganda sehingga diselewengkan oleh oknum tertentu. Berbagai penyimpangan tersebut mendorong masyarakat Indonesia mengajukan tuntutan reformasi. Salah tuntutan reformasi yaitu dilakukannya amendemen terhadap UUD 1945.
Referensi bacaan buku konstitusi negara republik indonesia karya Khilya Fa’izia