Profesi Legal
- 15 December 2022
Para pengacara Amerika dan pengadilan berinteraksi dengan cara yang kompleks. Bab ini akan meneliti teori-teori mengenai representasi legal, interaksi antara hakim dan pengacara, dan alternatif-alternatif bagi hukum, efek ukuran dan komposisi profesi legal di pengadilan, jaminan hak untuk berkonsultasi, dan tegangan di antara hukum dan politik yang tidak terpecahkan.
1. TEORI-TEORI REPRESENTASI LEGAL
Pengacara (terutama penasihat pembela perkara kriminal) seringkali ditanya: “Bagaimana Anda merepresentasikan klien- klien tersebut?” (McIntyre 1987). Pengacara common law terutama Amerika menjawab pertanyaan tersebut dengan melibatkan “The Adversary System Excuse” (Luban 1984). Mereka menyewa senjata api, dipaksa oleh “prinsip profesionalisme” untuk memberikan pembelaan dengan penuh semangat sementara memberikan pengampunan tanggung jawab moral oleh “prinsip non akuntabilitas” (Schwarz 1978; namun lihat Simon 1978). Hakim common law mengesahkan teori ini karena lebih reaktif ketimbang hakim civil law sehingga bergantung pada nasihat yang berlawanan untuk mengembangkan fakta-fakta dan argumen hukum (lihat Frankel 1975). Non akuntabilitas konon digunakan untuk mendorong pengacara untuk mengambil klien dan kasus yang tidak populer: orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan mengerikan (misal, kekerasan seksual terhadap anak) atau diasosiasikan dengan kelompok yang tidak populer (misal, komunis, teroris). Para pengacara Inggris menggunakan aturan cab-rank, yang mewajibkan mereka untuk menerima klien apapun yang bisa membayar honor mereka dalam persoalan yang sesuai dengan ruang lingkup mereka (Abel 2003, 73, 80- 82). Persistensi yang dengannya para apologis memajukan justifikasi ini menunjukkan bahwa audiens tetap skeptis. Para klien menginginkan agar pengacara percaya pada mereka, tidak hanya di bibir saja. Mereka memiliki hak konstitusional untuk memilih pengacara mereka (U. S. v. GonzalesLopez 2006). Beberapa berkeras untuk merepresentasikan diri mereka sendiri: Zacaruas Moussaoui dalam pengadilan kriminal federal, Slobodan Milosevic di hadapan International Criminal Tribunal untuk negara-negara bekas Yugoslavia (Simons 2004a; 2004b), dan Ali Hamza Ahmed Sulayman al Bahlul di hadapan U. S. Military Commission di Guantanamo (U. S. Departement of Defense 2004). “Pengacara kasus” mengidentifi kasi dengan ideal-ideal, bukan klien (Sarat dan Scheingold 1998; 2001; 2003; Scheingold dan Sarat 2004; Edwards 2004). Vatikan melarang orang Katolik untuk menangani kasus perceraian (O’Gorman 1963; Henneberger 2002). Ketika pengacara bertarung untuk memperebutkan jabatan publik, para pemilih mengharapkan mereka akan tetap loyal pada klien mereka: calon Partai Demokrat untuk Hampir setiap orang sepakat bahwa pengacara harus memberikan pembelaan gigih pada terdakwa kriminal, tanpa mempedulikan kesalahan mereka (Curtis 1952; Freedman 1975; Luban 1993; lihat juga Simon 1993). Namun beberapa kalangan menolak untuk memperluas kerja transaksional tersebut, di mana musuh hanya memiliki sedikit perwakilan atau tidak sama sekali (Pepper 1995; Simon 1998; Rosenbaum 2004). Dan bagaimana jika terdapat situasi di mana tidak ada suara lain? Setelah 11 September, U.S Departement of Justice Office of Legal Counsel membuat draf memoranda berisi sara agar presiden tidak mengakui perlindungan Konvensi Jenewa untuk al-Qaeda dan Taliban, mengirim “kombatan musuh” ke Guantanamo karena pengadilan Amerika kekurangan yurisdiksi, menahan POW tanpa pengadilan (beberapa di penjara rahasia yang tidak bisa diakses oleh Palah Merah), mengadili beberapa dalam pengadilan militer yang tidak mengindahkan proses peradilan yang setara, menggunakan teknik-teknik interogasi yang mencakup penyiksaan, dan “membawa” tahanan ke negara-negara lain untuk penahanan dan penyiksaan yang tidak ditentukan (Greenberg dan Dratel 2005). Haruskan para pengacara tersebut diizinkan untuk menggunakan klaim bahwa mereka hanya melayani klien mereka?
Dan siapakah klien mereka: presiden ataukah rakyat?
Sumber Bacaan Buku hukum dan politik Karya Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen dan Gregory A. calderia