HAK TANGGUNGAN SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN ATAS TANAH
- 16 January 2022
Hak tanggungan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah selanjutnya disebut dengan UUHT. Keberadaannya menggantikan hipotheek sebagai jaminan kebendaan yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pengertian Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 1 butir 1 yang menyebutkan: “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.”
Dari rumusan ini, dapat simpulkan bahwa hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan obyek jaminannya berupa hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa hak tanggungan dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Keberadaan UUHT ini merupakan pelaksanaan Pasal 51 UUPA yang menggantikan berlakunya ketantuan-ketentuan menganai hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908 No. 542 yang diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.
Setiap perikatan pada umumnya selalu mengandung 2 (dua) unsur yang hadir secara bersama-sama, yaitu schuld dan haftung. Schuld mewakili kewajiban pada diri debitor untuk memenuhi kewajiban, prestasi atau utang yang ada pada dirinya tersebut, dengan tanpa memperhatikan ada tidaknya harta benda miliknya yang dapat disita oleh kreditor bagi pemenuhan piutang kreditor tersebut. Sedangkan haftung berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban, tanpa memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban untuk memenuhinya. Lebih berbicara soal harta kekayaan debitor yang dapat dipertanggungjawabkan, dapat disita dan dijual oleh kreditor guna memenuhi kewajiban debitor kepada kreditor. Hak Tanggungan (HT) sebagai suatu jaminan kebendaan, hanya dimungkinkan jika dibuat dalam bentuk perjanjian. Hal ini diatur dalam Pasal 10-12 UUHT. Dimana pemberian HT dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Pemberian Hak tanggungan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat sahnya perjanjian meliputi:
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu hal tertentu;
- Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif. Pemberian hak tanggungan baru mengikat pihak ketiga, manakala pemberian hak tanggungan tersebut sudah didaftarkan dan diumumkan. Saat pendaftaran dan pengumuman itu merupakan saat berlakunya hak tanggungan sebagai hak kebendaan. Terhadap pendaftaran dan pengumuman tersebut, sebagai bukti keberadaan hak tanggungan, bagi penerima hak tanggungan dikeluarkan sertifikat hak tanggungan. Perjanjian pemberian hak tanggungan adalah perjanjian tambahan (assesoir) dari perjanjian pokok hutang piutang.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan suatu surat kuasa yang benar-benar khusus, hanya terbatas untuk memberikan atau membebankan hak tanggungan semata. Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah:
- Hak milik
- Hak guna usaha
- Hak guna bangunan
- Hak pakai atas tanah negara
- Hak pakai atas tanah milik.
Sitorus Oloan & Puri H. Widhiana. Hukum Tanah. STPN 2014
written by admin sayap bening