KONVENSI YANG DIRATIFIKASIKAN OLEH PEMERINTAH RI
- 18 April 2022
- Konvensi No. 98 tentang “Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama” (Right to Organise and Collective Bargaining). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-undang No. 18 Tahun 1956.
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Buruh harus mendapat cukup perlindungan terhadap Tindakan-tindakan pembedaan anti Serikat Buruh (Serikat Buruh) berhubung dengan pekerjaannya.
- Perlindungan harus digunakan terutama terhadap tindakan-tindakan yang bermaksud berikut ini.
- Memasyarakatkan kepada buruh bahwa ia tidak akan masuk suatu Serikat Buruh atau harus melepaskan keanggotaannya.
- Menyebabkan pemberhentian atau cara lain yang merugikan buruh berdasarkan keanggotaan Serikat Buruh atau turut serta dalam tindakan-tindakan serikat buruh di luar jam-jam kerja atau dengan persetujuan majikan (pengusaha) dalam waktu jam kerja.
- Serikat Buruh dan Serikat Pengusaha harus mendapat perlindungan terhadap tiap-tiap campur tangan oleh masing-masing pihak dalam hal mendirikan, cara bekerja, cara mengurus organisasi mereka.
- Tindakan yang sesuai dengan keadaan nasional harus diambil untuk mendorong dan memajukan timbulnya Perjanjian Perburuhan.
2. Konvensi No. 100 tentang “Pengupahan yang sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang sama Nilainya” (Equal Remuneration). Diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Undang-undang No. 1957.
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Dimaksud dengan istilah “pengupahan”, meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apa pun juga yang harus dibayar secara tunai atau dengan barang oleh majikan kepada buruh berhubung dengan pekerjaan buruh.
- Istilah pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya dimaksudkan adalah nilai pengupahan yang diadakan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
- Pemerintah harus menjamin pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
- Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pengupahan yang sama antara buruh laki-laki dengan jalan.
- Dimuat dalam peraturan perundangan nasional.
- Mendirikan Badan Penetapan Upah.
- Membuat perjanjian perburuhan atau dengan cara lain.
- Nilai pengupahan yang berlainan antara buruh tanpa memandang jenis kelamin, didasarkan atas penilaian pekerjaan yang objektif berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan, tidak akan dianggap melanggar asas-asas konvensi.
3. Konvensi No. 106 tentang “Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-kantor” (Weekly Rest, In Commerce and Offices). Diratifikasi oleh pemerintah RI dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1961.
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Ketentuan konvensi harus dilaksanakan dengan undang-undang atau peraturan nasional.
- Ketentuan konvensi berlaku terhadap semua orang termasuk magang yang dipekerjakan pada perusahaan, lembaga atau kantor tata usaha baik milik pemerintah maupun swasta.
- Ketentuan konvensi tidak berlaku terhadap:
- Perusahaan Keluarga.
- Orang yang memegang jabatan pimpinan tinggi.
- Buruh berhak atas istirahat mingguan terus menerus selama tidak kurang dari 24 jam dalam tiap jangka waktu 7 hari.
- Waktu istirahat mingguan harus diberikan pada waktu yang sama kepada buruh dalam tiap perusahaan.
- Apabila pada waktu istirahat mingguan buruh dipekerjakan maka waktu istirahat tersebut harus diganti dengan hari lain.
4. Konvensi No. 120 tentang “Hygiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor” (Hygiene, in Commerce and Offices). Diratifikasi oleh pemerintah RI dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1969.
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Kebersihan, ventilasi, suhu, penerangan, tempat duduk harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan kerja, persediaan air minum, WC, tempat mencuci, dan tempat tukar pakaian dalam tempat kerja.
- Kegaduhan (kebisingan) dan getaran-getaran yang mungkin mempunyai pengaruh berbahaya kepada pekerja harus dikurangi sebanyak mungkin dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan.
5. Konvensi No. 144 tentang “Konsultasi Tripartit” untuk meningkatkan pelaksanaan standar perburuhan internasional (Tripartite Consultation to Promote the Implementation of International Labour standards).
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Setiap negara anggota yang meratifikasi konvensi ini bersedia membentuk lembaga/badan-badan yang menjamin konsultasi secara efektif antara wakil-wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
- Sifat dan bentuk lembaga tersebut akan ditetapkan setiap negara sesuai dengan apa yang berlaku secara nasional.
- Perwakilan Pengusaha dan Pekerja untuk Lembaga/Badan-badan yang ditetapkan dalam konvensi ini harus dipilih secara bebas oleh organisasi-organisasi perwakilannya.
6. Konvensi ILO No. 87/1948 yang mengatur Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Atas Hak Berorganisasi. Diratifikasi oleh pemerintah RI dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2000.
Materi Pokok Konvensi adalah sebagai berikut.
- Hak atas kebebasan dan keamanan orang dan kebebasan dari penangkapan dan penahanan secara semena-mena.
- Kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat dan terutama kebebasan mempunyai pendapat dan tanpa campur tangan serta mencari, menerima dan membagikan informasi serta buah pikiran melalui media dan tanpa mengenal batas.
- Kebebasan berkumpul.
- Hak mendapatkan peradilan yang adil oleh pengadilan yang mandiri dan tidak memihak.
- Hak mendapatkan perlindungan atas kekayaan organisasi serikat pekerja.
Dari apa yang telah diuraikan tampak bahwa empat buah konvensi diratifikasi pada masa prakemerdekaan, sedang enam lainnya diratifikasi setelah Indonesia merdeka. Ini berarti bahwa empat ratifikasi terdahulu diwarisi dari Pemerintah Kolonial Belanda dan enam lainnya dilaksanakan/diratifikasi oleh RI. Perlu diketahui bahwa ratifikasi suatu konvensi terpengaruh atau dipengaruhi oleh kondisi dan situasi pada waktu ratifikasi dilakukan yang biasanya dikaitkan juga dengan kepentingankepentingan pihak yang meratifikasi konvensi itu sendiri. Empat buah konvensi yang diratifikasi oleh Pemerintah RI dilakukan pada masa sebelum Tahun 1965, pada saat mana kondisi dan situasi, terutama di bidang politik, berbeda dibandingkan dengan masa setelah Tahun 1965. Sekalipun situasi dan kondisi mengalami perubahan nyata, namun terbukti bahwa ratifikasi terhadap ke sepuluh konvensi oleh pemerintah RI tetap dilaksanakan secara konsekuen.
Dari jumlah konvensi dan rekomendasi yang telah dilahirkan oleh ILO sampai saat ini, yang diratifikasi oleh Pemerintah RI mungkin kecil jumlahnya dalam angka, tetapi itu tidak berarti bahwa konvensi dan rekomendasi lain yang belum diratifikasi sepenuhnya tidak dilaksanakan di Indonesia. Apabila kita teliti peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia maka kita akan banyak menemukan ketentuan-ketentuan hukumIndonesia yang sejalan dengan konvensi dan rekomendasi ILO, yang oleh Republik Indonesia belum diratifikasi.
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum. Drs. Saefulloh Purwaningdyah, MW, S.H, M.Hum