Pemikiran Hukum Secara Sosiologis
- 19 December 2021
dari titik pandang praktisi hukum, telah terjadi perubahan-perubahan yang cepat semenjak Perang Dunia II. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh hal di bawah ini.22
1. Profesi hukum, terutama para pengacara, ruang lingkup
kerjanya kini semakin luas. Hal itu disebabkan karena pihak- pihak yang memerlukan pelayanan hukum semakin membesar jumlahnya, meliputi semua lapisan masyarakat (misalnya dengan badan-badan bantuan hukum).
2. Hukum, yang bagi kebanyakan orang, tidak lebih daripada sekumpulan undang-undang atau hanya merupakan suatu bidang studi yang mempelajari tentang undang-undang atau peraturan-peraturan, kini telah berkembang menjadi suatu ilmu yang dirasakan baru karena ilmu hukum kini telah dikembangkan menjadi lebih sistematis serta memiliki teknik penelitian, penelaahan dan pemahaman yang luas dan lebih rumit.
Sebagai akibat dari perkembangan tersebut, para ahli hukum
akan bertemu dengan sejumlah permasalahan yang menuntut suatu cara analisis yang jauh berbeda dengan cara-cara pendekatan tradisional. Dengan terciptanya beberapa hak tertentu dari beberapa kelompok, khususnya dalam masyarakat, hukum akan berkaitan erat dengan masalah-masalah hubungan antar bangsa, dengan konsumen, dengan keluarga, bersama-sama dengan meningkatkan intervensi (ikut campurnya) pemerintah di dalam pengaturan tata kehidupan. Semuanya itu akan mendorong timbulnya suatu kesadaran di antara para ahli hukum (kesadaran ini kenyataannya muncul dari berbagai variasi dan tingkatan) terhadap kelemahan- kelemahan atau kekurangan yang ada dalam pelayanan-pelayanan, atau kekurangan yang diberikan oleh ilmu hukum tradisional.
Hal tersebut di atas sudah lama dirasakan melalui pemben- tukan hukum, peradilan, penyelenggaraan keamanan, dan keter- tiban serta peraturannya, yang sangat mudah dipisahkan dari realitas sosial dan dari prinsip keadilan itu sendiri. Kebangkitan itu muncul dari refleksi di kalangan akademik, yang mengatakan bahwa perspektif dan metoda studi ilmu sosial berlaku juga untuk menganalisis institusi hukum23. Sebagai manisfestasi kesadaran ini, muncullah usaha-usaha para ahli sosiologi hukum untuk melakukan reformasi terhadap hukum yang berlaku, terutama usaha ini dilakukan terhadap Law Commision, yang secara aktif dan positif telah melakukan usaha-usaha pengembangan dari ilmu sosiologi hukum.
Hal tersebut terjadi juga di Indonesia. Di Indonesia diberlakukan suatu kajian sosiologis terhadap hukum karena Indonesia akan mengalami kesulitan untuk dapat memberikan penjelasan hukum yang memuaskan terhadap kemelut yang tengah terjadi di negeri ini. Dengan hanya mengandalkan teori positivistis, hukum akan menganalisis keadaan serta proses-proses yang normal saja, seperti yang diantisipasi oleh hukum positif.
Dalam kehidupan yang mulai banyak mengalami perubahan- perubahan yang amat cepat, terkesan kuat bahwa hukum (positif) tak dapat berfungsi efektif untuk menata perubahan dan perkembangannya. Tak ayal lagi, berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, yang akhir-akhir ini mulai banyak mengkaji dan meneliti sebab perubahan-perubahan sosial, dipanggil untuk ikut menyelesaikan berbagai masalah dan perubahan sosial yang amat relevan dengan permasalahan hukum24. Ilmu-ilmu sosial yang mulai ditengok dalam kerangka ajaran sociological jurisprudence, mulai banyak pula dimanfaatkan untuk memungkinkan usaha memperbaharui dan memutakhirkan norma-norma hukum. Kajian-kajian sociology of law dengan metode sosialnya yang nomologis-induktif, kini dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menganalisis dan memberikan jawaban tentang masalah-masalah keefektifan bekerjanya seluruh struktur institusional hukum. Satjipto Rahardjo25, menambahkan bahwa pemahaman hukum secara legalistik positivistis dan berbasis peraturan (rule bound), tidak mampu untuk menangkap kebenaran karena memang tidak mampu melihat dan mengakui hal itu. Dalam ilmu hukum yang legalistis-positivistis, hukum sebagai institusi pengaturan yang kompleks telah diprediksi menjadi suatu yang sederhana, linear, mekanistik, deterministik, terutama untuk kepentingan profesional. Dalam konteks hukum Indonesia, doktrin dan ajaran hukum yang demikian masih dominan (yang termasuk kategori legalismenya Schyut). Legalisme melihat dunia hukum dari teleskop undang-undang belaka, untuk menghakimi peristiwa- peristiwa yang terjadi. Kebiasaan yang dominan adalah melihat dan memahami hukum sebagai suatu yang rasional logis, penuh dengan kerapihan dan keteraturan rasional.
Baik dari pandangan Soetandyo maupun Satjipto, pemikiran hukum dalam tulisan ini mengantarkan kepada pemikiran yang lebih luas daripada yang lajim dilakukan di kalangan para yuris atau sarjana hukum yang positivistis. Dari kedua pendapat pakar sosiologi hukum tersebut di atas, hukum, dalam tulisan ini, hendaknya diantarkan kepada konteks. Maksudnya, menempatkan hukum dalam konteks sosial yang lebih besar. Dengan kata lain, hukum itu tidak dipahami sebagai suatu institusi yang esoterik dan otonom, melainkan sebagai bagian dari proses sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, dengan tegas, hukum dalam wilayah seperti ini dapat dikatakan sebagai law as a great anthropological document. Artinya, untuk mengubah ke arah itu sebaliknya merubah pemahaman mengenai hukum dari hanya sebagai instrumen profesi semata menjadi suatu dokumen antropologis.
Seorang sosiolog, tidak dapat berperilaku taken for granted dalam berpikir. Akan tetapi, ia lebih suka untuk menerangkan, menjelaskan, dan kemudian menguraikan situasi yang tengah dihadapi. Menurut Berger & Luckman berpikir secara sosiolog memiliki logika berpikir dalam posisi di antara orang awam dan filosofis. Misalnya, seorang hakim yang berpikir sosiologis tidak akan menganggap bahwa perbuatan pembunuhan itu adalah suatu perbuatan yang buruk dan dilarang oleh hukum. Akan tetapi, sebagai fakta sosial. Yang menjadi persoalannya adalah, bagaimana seorang sosiolog memperlakukan fakta sosial tersebut. Orang awam mungkin akan beranggapan, jika perbuatan pembunuhan dianggap sebagai fakta sosial dan tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan maka hukum tidak tegak.
Seorang filosofis mungkin akan mengatakan, dari mana asalnya pembunuhan itu terjadi? Mengapa sampai terjadi pembunuhan? Untuk apa melakukan pembunuhan? Untuk menyikapi semuanya ini, sosiolog akan memperlakukan fakta sosial itu sebagai yang diamati, dipahami, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian disimpulkan.
Dengan kata lain, fakta sosial yang ditangkap oleh seorang sosiolog akan dipertanyakan eksistensinya dalam masyarakat dan diamati kecenderungannya. Sosiolog tidak akan mempertanyakan nilai-nilai kebaikan tetapi melihatnya sebagai objek studi. Sosiolog akan mempertanyakan bagaimanakah mekanisme sosialnya sehingga nilai-nilai kebaikan dapat dipelihara dan kemudian mempertanyakan bagaimana persepsi masyarakat tentang nilai- nilai tersebut?
Sumber bacaan buku Pengantar Sosiologi Hukum Karya Yismil Anwar & Adang
Illustration from pinterest and belong to the owner