Pendekatan Sejarah Dalam Berpikir Hukum
- 05 June 2022
Ilmu pengetahuan sejatinya berkembang, sejalan dengan apa yang dijalani manusia di dalam kehidupan. Mereka terus belajar dan belajar atas semua yang terjadi. Sejarah sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan juga tidak dapat lepas dari perkembangan. Perkembangan dalam ilmu sejarah meliputi banyak hal seperti kajian, penulisa, metode, hingga metodologi Setiap perjalanan panjang perubahan itulah yang telah mengantar para sejarawan untuk melakukan berbagai macam kajian.
Salah satu perkembangan dari ilmu sejarah yang menjadi perhatian bagi banyak sejarawan adalah perkembangan metodologi sejarah. Telah banyak diskursus yang dilakukan para sejarawan menyangkut metodologi sejarah. Para sejarawan terus melakukan perdebatan tentang metodologi bukan tanpa alasan. Perdebatan itu pada dasarnya mempunyai satu tujuan, yaitu menjadikan ilmu sejarah semakin mendekati kebenaran sebagaimana adanya. Akar perdebatan mendekatkan kajian sejarah-hukum itu sendiri dapat dilacak melalui metodologinya, maka perlu dilihat atas sejarah perkembangan metodologi sejarah.
Dalam perkembangan sejarah metodologi sejarah, kita dapat menjumpai tiga aliran besar metodologi sejarah, yaitu narativistik, strukturalistik, dan strukturistik. Narativistik atau pemaparan secara naratif dikembangkan oleh F. R. Ankersmit yang mengikuti pendapat Johan Gustav Droysen, bahwa kisah memiliki kemampuan merangkai peristiwa-peristiwa dalam suatu bentuk utuh (holistik). Narativisme merupakan bentuk awal dari sejarah kritis yang dirintis pada akhir abad ke-19. Salah satu motor narativisme yang paling terkenal adalah Leopold Von Ranke. Ranke menganjurkan supaya sejarawan menulis apa yang sebenarnya terjadi, wie est eigentlich gewesen. Oleh karena itu, narativistik menekankan fokusnya pada peristiwa, terutama peristiwa politik.
Disini sejarah diharapkan ditulis dengan urutan kronologis melalui pertanyaan apa, siapa, kapan, dan di mana. Sejarawan hanya diharapkan untuk memasang fakta, baik fakta keras maupun fakta lunak, untuk mengungkap peristiwa yang terjadi di masa lalu tanpa harus memberikan analisis rinci dari setiap fakta tersebut. Narativistik juga menempatkan tokoh sebagai faktor determinan dalam peristiwa sejarah sehingga kebanyakan karya narativistik didominasi oleh cerita para tokoh atau orang-orang besar. Dengan demikian, narativistik hanya memunculkan sejarah sebagai sebuah cerita dari orang-orang besar di masa lalu. Maka, tidak heran jika ada yang mengatakan sejarah yang ditulis dengan metodologi narativistik hanya merupakan l’histoire historissant, suatu cerita yang menggairahkan.
Karena sifat-sifatnya yang demikian, narativisme tidak memuaskan para sejarawan dalam mengungkap masa lalu. Karena itulah muncul kritikan terhadap pendekatan narativisme. Seorang pengkritik narativisme, sejarawan Amerika Harvey Robinson, mengatakan bahwa dengan cara yang dipakainya itu narativistik hanya mengungkap permukaan, tetapi tidak mengungkap yang di bawah realitas, dan tidak dapat memahami perilaku manusia. Sementara sejarawan Amerika lainnya, Carl L. Becker, memandang bahwa sejarah obyektif seperti yang disarankan Ranke, tidak mungkin dapat ditulis oleh karena adanya psikologi yang mempengaruhi si penulis. Kritikan juga datang dari beberapa sejarawan Perancis yang tergabung dalam mazhab Annales. Kelompok ini mengkritik tajam para sejarawan tradisional yang selalu menempatkan peristiwa dan tokoh sebagai fokus utamanya. Lewat jurnalnya, Annales d’histoire e?conomique et sociale, mereka mengajukan sebuah pendekatan baru yang tidak lagi menjadikan peristiwa dan tokoh sebagai fokus utama dalam penulisan sejarah. Mereka menginginkan sejarah yang lebih manusiawi dan lebih luas dari sekadar sejarah tokoh dan politik. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan strukturalistik.
Para pengikut strukturalisme sejarah tidak terlalu menganggap penting tokoh—meski tidak menegasikannya. Bagi mereka, struktur yang berperan dalam perubahan. Struktur dianggap berperan dalam menentukan tindakan seseorang. Tokoh bukanlah satu-satunya faktor determinan dalam perubahan. Maka tidak heran jika dalam karya strukturalis, kita akan jarang sekali menemukan nama- nama tokoh. Pendekatan ini juga menekankan bahwa perubahan terjadi karena masuknya unsur asing dalam struktur. Strukturalistik juga lebih menekankan analisis daripada deskripsi. Oleh karena itu, kronologis sebuah peristiwa tidak terlalu mendapat perhatian penting dalam pendekatan ini.
Perubahan dalam struktur menjadi fokus kajian dalam pendekatan ini. Perubahan dalam struktur itu yang coba dianalisa. Struktur mengandung kompleksitas seperti agama, ekonomi, budaya, ideologi, dan sebagainya, maka untuk menulis sejarah dengan pendekatan ini memerlukan bantuan ilmu lain, terutama sosiologi, antropologi, dan ekonomi sebagai alat bantu analisis. Pengaruh pendekatan ini kemudian sampai di Indonesia. Adalah Sartono Kartodirjo yang mengembangkan pendekatan ini di Indonesia. Sartono memandang pendekatan ini dapat mengungkap berbagai sisi dalam sejarah Indonesia yang tidak terungkap seperti identitas nasional. Ia mengajukan penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensional, yaitu mengawinkan cara kerja ilmu sosial dengan metodologi sejarah.
Seperti halnya narativistik, strukturalistik pun tidak dapat lepas dari kritik. Strukturalistik mendapat guncangan dari sebuah pendekatan baru yang muncul pada dekade 1980-an. Pendekatan baru ini sendiri muncul sebagai reaksi atas post-modernisme yang menyerang ilmu sejarah. Strukturistik mencoba mengatasi kritikan post-modernisme terhadap ilmu sejarah yang menyangkut kemampuan ilmu sejarah dalam memperoleh dan mengungkapkan kebenaran dan masa lalu. Pendekatan baru ini juga mencoba mengatasi dikotomi antara peristiwa dan struktur sosial sebagai obyek penelitian sejarah. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengembalikan peran manusia atau aktor (human agency) dalam perubahan. Sebab, dalam pendekatan ini manusia lebih dipengaruhi pikiran atau ego daripada struktur yang mengelilinginya. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan strukturistik.
Sumber Bacaan Buku Pendekatan Sejarah Dalam Berpikir Hukum Karya Agung
Wibowo