Periode UU Nomor 21 Tahun 2008
- 09 May 2021
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentangperbankan syariah juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa ini. Pasal 55 undang-undang dimaksud menyebutkan bahwa: (1) Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama; (2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad; (3) penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Penjelasan pasal 55 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan dengan sesuai akad” adalah upaya melalui: a. Musyawarah; b. Mediasa perbankan; c. Badan arbitrasiesyariah nasional (BASYARNAS) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau d. Melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Dengan demikian, aturan hukum yang mengikat dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan syariah adalah hukum Islam (syariah) sebagaiamana tertuang dalam Al-Qur’an, Hadist, Ijma’, dan Qiyas. Disamping itu, juga dalam konteks kehidupan suatu negara, maka hukum positif juga menjadi landasan hukum bagi bank islam dalam operasional kegiatan usahanya.
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kedua Undang-Undang ini belum mengatur Perbankan Syariah secara sepesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional dari perbankan syariah, sedangkan disisi lain perbankan syariah semakin bertumbuh pesat.
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 terdapat beberapa perubahan-perubahan ketentuan yang baru dan akan memberikan implikasi tertentu, antara lain:
Dalam UU yang baru ini dijelaskan lebih spesifik tentang tata kelola perbankan syariah yang baik, prinsip kehati-hatian dan pengelolaan resiko. Tata kelola yang baik (good corporate governance) mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, professional dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan operasional bank. Dalam pelaksanaannya bank syariah dan UUS diwajibkan untuk menyusun prosedur internal yang mengacu pada prinsip-prinsip tersebut diatas (pasal 34). Dalam penerapan prinsip kehati-hatian, bank syariah dan UUS diwajibkan untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan nasabah, yaitu antara lain wajib mentaati ketentuan mengenai batas maksumum pemberian pembiayaan (BPMP).
Sumber: Choiriyah (2019). Hukum Perbankan dan Perasuransian Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Vol 6 no 3