PERKEMBANGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN PERIODE 1945-1969
- 08 March 2022
Pada awal berdirinya Negara Republik Indonesia, ketenagakerjaan belum merupakan masalah serius yang harus ditangani. Hal ini karena selain seluruh rakyat masih sibuk pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, perusahaanperusahaan penting saat itu masih dikuasai oleh negara sehingga masalah ketenagakerjaan terutama perselisihan antara pengusaha dan pekerja/buruh belum begitu terasa menonjol. Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda lewat Konferensi Meja Bundar, perhatian rakyat terutama pekerja/buruh mulai beralih ke masalah sosial ekonomi. Hingga Tahun 1951 di bidang ketenagakerjaan baru diundangkan satu undangundang, yaitu UU No. 12 Tahun 1948 yang bertitel Undang-undang Kerja. Mengingat saat itu negara Republik Indonesia masih berbentuk negara Serikat maka undang-undang tersebut hanya berlaku untuk Negara Republik Indonesia. Baru pada Tahun 1951 dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1951 UU Kerja Tahun 1948 dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia.
Undang-undang No. 12 Tahun 1948 memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan yang boleh dilakukan anak, orang muda dan wanita, aturan tentang waktu kerja, waktu istirahat, dan tempat kerja. Undang-undang ini hanya berlaku untuk pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh dan tidak berlaku untuk siswa/murid magang yang bersifat pendidikan, orang yang memborong pekerjaan di perusahaan, dan narapidana yang dipekerjakan.
Sebelum Tahun 1951, perselisihan hubungan industrial yang terjadi diselesaikan oleh para pihak yang berselisih sendiri, yaitu pekerja/buruh dan pengusaha, campur tangan dari pegawai Kementrian Perburuhan akan dilakukan apabila dianggap perlu berdasarkan instruksi Menteri Tenaga Kerja (Menteri Perburuhan saat itu). Hal ini mengakibatkan banyak keresahan di kalangan pekerja/buruh karena pengusaha dengan kedudukan sosial ekonomi yang lebih tinggi selalu dapat memaksakan kehendaknya kepada pekerja/buruh. Akibatnya, pada akhir Tahun 1950 banyak terjadi pemogokan pekerja/buruh yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan keamanan nasional.
Guna mengatasi keadaan ketenagakerjaan yang tidak kondusif tersebut, pemerintah pada tanggal 13 Februari 1951 mengeluarkan Peraturan Kekuasaan Militer No.1 Tahun 1951 yang membentuk Panitia Penyelesaian Pertikaian Perburuhan di tingkat pusat dan daerah. Walaupun keadaannya menjadi sedikit lebih baik ternyata peraturan kekuasaan militer tersebut belum begitu mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul di bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, pada bulan September 1951 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 16 Tahun 1951 guna mengganti Peraturan Kekuasaan Militer No.1 Tahun 1951.
Undang-undang Darurat tersebut memberikan aturan-aturan baru tentang penyelesaian perselisihan perburuhan dan memberikan tugas kepada pemerintah untuk membentuk Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di tingkat pusat dan daerah (P4P dan P4D). Undang-undang Darurat No. 16 Tahun 1951 tidak bersifat definitif melainkan hanya bersifat peralihan belaka guna mengatasi keadaan ketenagakerjaan saat itu. Dalam perjalanannya banyak keberatan yang dilakukan baik oleh pengusaha maupun pekerja/buruh. Berdasarkan hal tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1957, mengesahkan Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan perburuhan yang menetapkan P4P dan P4D tersebut sebagai orang yang berwenang menyelesaikan perselisihan perburuhan.
Kondisi ketenagakerjaan saat itu yang mendasari terbentuknya P4P dan P4D banyak diwarnai perselisihan antara pengusaha dan pekerja/buruh. Mengingat asas yang dianut saat itu adalah demokrasi liberal maka para pihak yang berseteru saling memaksakan kehendaknya masing-masing lewat kekuatan yang dimiliki. Pekerja/buruh selalu menggunakan kekuatan mogok kerja untuk memaksakan kehendak sementara pengusaha selalu menggunakan keunggulan sosial ekonomi dalam menekan pekerja/buruh.
Guna mengatasi keadaan ini, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya adalah Undang-undang No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (sekarang disebut Perjanjian Bersama) yang memberikan kedudukan seimbang antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam menyusun syaratsyarat kerja di perusahaan. Selain itu juga diundangkan Undang-undang No. 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan Penutupan (LockOut) di Perusahaan, Jawatan, dan Bidang yang Vital, serta Undang-undang No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang melarang pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh tanpa izin dari P4D dan P4P.
Pada masa setelah Tahun-Tahun tersebut, kondisi ketenagakerjaan mulai membaik dan jarang ditemui konflik ketenagakerjaan yang berarti. Hal ini juga disebabkan bangsa Indonesia saat itu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah politik kenegaraan di mana terjadi pergantian pemerintahan dari pemerintah Orde Lama ke pemerintah Orde Baru.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pemerintah orde baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan di tanah air dalam rangka memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga negara.
Purbadi Hardjoprajitno, S.H, M.Hum. Drs. Saefulloh Purwaningdyah, MW, S.H, M.Hum.