Perbandingan Sistem Pemerintahan “Sistem Parlementer”
- 26 August 2021
Sistem pemerintahan parlementer atau sistem eksekutif parlementer sering juga disebut sistem kabinet atau juga sering disebut sebagai sistem inggris karena sistem ini berasal dari inggris, walaupun negara tersebut merupakan kerajaan namun sistem ini banyak juga diterapkan terhadap negara republik. Penerapan nama ini sesungguhnya kurang tepat kata parlemen sering menimbulkan salah tafsir melahirkan asosiasi seakan-akan yang memiliki itu hanyalah terdapat pada sistem parlemen padahal dalam sistem presidentil juga terdapat badan parlemen ini. Sebutan sistem kabinet ini juga kurang tepat karena dalam sistem yang lain dijumpai juga adanya kabinet dalam pemerintahan. Penggunaan istilah ini hanya ingin menunjukan bahwa kekuasaan eksekutif itu berada dikabinet bukan dipresiden. Kabinet secara kolektif maupun masing-masing menterinya mempunyai pertanggungjawaban kepada parlemen. Kabinet bisa dibubarkan langsung oleh parlemen walaupun pengangkatan anggota kabinet tersebut bukan oleh parlemen melainkan oleh formatur. Oleh karena itu kedudukan kabinet amat tergantung kepada parlemen. Kabinet tidak akan bisa bekerja tanpa ada persetujuan dari parlemen. Pemerintah (eksekutif) dijalankan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
Penerapan sistem ini pada legislatif sehingga para wakil rakyat yang duduk dalam parlemen memiliki kekuasaan untuk melakukan pengawasan jalannya pemerintahan. Prinsip yang dipakai adalah pembagian kekuasaan adanya tanggungjawab timbal balik antara eksekutif dan legislatif. Demikian juga terjadi pertanggungjawaban timbal balik antara perdana menteri dengan kabinetnya dalam hal ini kepala pemerintahan dipilih langsung oleh pemilih (rakyat) maupun melalui lembaga peerwakilan rakyat yang keanggotaannya dipilih melalui sebuah pemilihan umum secara periodi. Dalam sistem pemerintahan presidentil kedudukan onstitusi amat dikeramatkan, diagungkan, dihormati, dijunjung tinggi sebagai payung dari segala kekuasaan dinegeri tersebut. Pada lazimnya dalam konstitusi itu materi pembuka pertama mencantumkan dasar filsafat yang merupakan konsideran bagi pembentukan negara.
Konstitusi adalah basis politik dan struktur hukum yang menentukan peraturan diman roda pemerintahan beroperasi. Tujuan setiap politik seharusnya pertama-tama menemuka tokoh yang memerintah atau yang mengunakan kekuasaan, memiliki kearifan dan kebajikan yang dituruti untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat dan selanjutnya mengambil tindakan memeliharanya agar tetap berbudi luhur selama mendapatkan kepercayaan rakyat. Pandangan ini menuntut pemilihan presiden secara langsung.
Konstitusi merupakan acuan utama bagi bangun kehidupan ketatanegaraan didalam sistem pemerintahan presidentil. Kedaulatan rakyat diekspresikan dalam bentuk konstitusi. Sesudah kekuasaan rakyat, konstitusi ini merupakan sumber kekuasaan terpenting dalam negara. Kekuasaan negara secara tegas dibagi dalam 3 (tiga) bidang kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini mempunyai kedudukan sama tinggi. Masing-masing sesuai bidangnya, fungsinya sendiri-sendiri akan tetapi secara bersama merupakan satu sistem timbang uji (cheks and balance) yang saling melengkapidan saling menguji satu sama lain. Tiap kebijakan yang diambil harus dapat diuji kebenaran objektivitasnya pada bunyi undang-undang yang mendasari tindakan pemerintah tersebut. Demikian juga tiap undang-undang harus dapat diuji kebenarannya melalui ketentuan konstitusi. Proses ini yang kemudian sering dinyatakan sebagai konsep perimbangan kekuasaan (equal) yang memiliki bobot keabsahan dan memenuhi standar legitimasi.
Badan legislatif ini amat penting bagi penyusunan perundang-undangan bagi sebuah negara yang anggota-anggotanya harus memiliki visi, bekal pengetahuan ketatanegaraan yang memadai dan berbasis kemampuan berfikir strategis. Kalau di Amerika serikat badan ini disebut kongres (congress), Inggris parlemen (parliament), Prancis I`Etat Generaux, Belanda Taten Generaal, Jerman Reichstag. Badan legislatif ini memiliki kompetensi dan kewenagan yang amat menentukan dalam mewarnai perubahan-perubahan tatanan kenegaraan. Oleh karena itu, secara ideal orang-orang yang duduk didalam lembaga ini seharusnya mereka yang memiliki kualitas memadai. Namun, lembaga ini adalah lembaga politik yang otomatis anggota-anggotanya adalah orang-orang yang berasal dari unsur partai politik maka pertimbangannya bukan lagi semata-mata kualitas dalam arti memenuhi kompetensi keahlian akan tetapi lebih cenderung menekankan kepada mereka yang berjasa terhadap partai. Para aktivis partai, para pekerja partai, maka mereka berkesempatan untuk dijagokan oleh partai politiknya mewakili aspirasi partainya.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL