PEMIKIRAN AEISTOTELES TENTANG NEGARA DAN HUKUM
- 11 October 2021
Aristoteles adalah seorang murid dari Plato yang melanjutkan tradisi gurunya sebagai ahli Filsafat yang juga memberikan pelajaran-pelajaran dengan membuka sekolah. Ia dilahirkan di Kota Stagira, sebuah per- kampungan Yunani di pantai Makedonia, pada tahun 384 SM. Ketika berumur 18 tahun, ia pergi ke Athena dan belajar kepada Plato selama kira-kira dua puluh tahun lamanya. Hanya setelah Plato meninggal, ia baru meninggalkan Athena. Pengembaraannya membawa ke Asia kecil dan Makedonia, kemudian kembali sebagai guru dari Iskandar yang belakangan bernama Iskandar Agung atau Iskandar Zulkarnain. Rupanya Aristoteles ini banyak berhubungan dengan penguasa Makedonia, oleh karena ayahnya pun adalah seorang dokter di istana Makedonia itu. Namun pengaruh pikiran bernegara yang dicitakan Iskandar, seperti kelihatan nanti, tampaknya tidak berbekas sedikit pun pada ajaran Aristoteles.
Dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logikanya disebut tradisional karena nantinya berkembang menjadi yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut Logika Formal.61 Bila orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap objek terdiri atas matter dan form. Aristoteles telah mengatasi dualisme Plato yang memisahkan matter dan form. Bagi Plato, matter dan form berada sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas.
Pemikirannya tentang negara adalah bahwa tujuan dibentuknya negara untuk mencapai keselamatan bagi semua penduduknya. Manusia pada sifat dasarnya memiliki kebaikan yang hanya dapat dikembangkan melalui hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon). Tentang bentuk negara, ia mengelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu Monarchi, Aristokrasi, dan Politea (demokrasi). Adapun yang paling baik menurutnya adalah kombinasi antara aristokrasi dan demokrasi.
Pemikiran tentang logika dapat kita kenal dengan sebutan silogisme. Inti ajaran logika ialah menarik kesimpulan dengan suatu cara yang disebut silogisme. Contoh silogisme: semua orang fana. Socrates adalah orang. Oleh karena itu, Socrates adalah fana. Kesimpulan terakhir diambil dari kebenaran yang sifatnya umum (semua orang adalah fana). Padahal telah jelas bahwa Socrates adalah jenis orang. Menarik kesimpulan menurutnya dapat dilakukan dengan dia, jalan pertama yaitu dengan jalan silogistik yang lazim disebut deduksi dan kedua adalah dengan jalan epagogi yang sering disebut induksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan khusus.68 Kecenderungan berpikir saintifik tampak dari pandangan- pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Berbeda dengan Plato, pandangan filsafat Aristoteles berorientasi pada hal-hal yang konkret (empiris). Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles selesai menggelarkan pemikirannya. Akan tetapi, sifat rasional itu masih digunakan selama beberapa abad sesudah Aristoteles, sebelum filsafat benar-benar tenggelam dalam abad pertengahan. Namun jelas, setelah periode Socrates, Plato, Aristoteles, mutu filsafat makin merosot. Kemundurannya itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil imperium besar yang dibangun oleh Alexander.
Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Ia sendiri memberi nama model berpikirnya tersebut dengan nama “analytica”, tetapi kemudian lebih populer dengan sebutan “logika”. Intisari dari ajaran logikanya adalah silogistik. Silogistik maksudnya adalah “uraian berkunci”, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersendiri, misalnya:
Semua manusia akan mati (umum).
Aristoteles adalah seorang manusia (khusus).
Aristoteles akan mati (kesimpulan).
Pertimbangan ini, yang berdasarkan kenyataan umum, mencapai kunci keterangan terhadap suatu hal, yang tidak dapat disangkal kebenarannya. Pengetahuan yang sebenarnya menurut Aristoteles, berdasar pada pembentukan pendapat yang umum dan pemakaian pengetahuan yang diperoleh itu atas hal yang khusus. Ada contoh lain seperti “korupsi itu buruk” untuk membuktikan pernyataan yang sifatnya umum tersebut dapat diperoleh dari kasus yang menunjukkan bahwa “korupsi itu ternyata telah merugikan negara dan kesejahteraan warga negara”. Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan jalan untuk mengetahui keadaan yang konkret, yang merupakan tujuan ilmu yang sebenarnya.
Refrensi bacaan : Buku Negara Hukum Dalam Pemikiran Politik Karya Dr. Thomas Tokan Pureklolon, M.Ph., M.M., M.Si.
(illustration from pinterest belong to the owner)