Pernikahan Dini menurut pandangan Hukum Islam
- 21 April 2021
Jika pernikahan anak usia dini diatur dalam hukum negara, bagaimana dengan hukum Islam? Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang pernikahan dini. Menurut MUI, dalam literatur fikih islam tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batasan usia pernikahan. Baik itu batasan minimal maupun maksimal.
Dalam pandangan hukum agama Islam perkawinan merupakan sebuah ibadah yang dilakukan oleh pemeluknya untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat. Sesuai dengan instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat miitsaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.
Allah SWT berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan." (QS an-Nur [24]:32). Menurut sebagian ulama, yang dimaksud layak adalah kemampuan biologis. Artinya memiliki kemampuan untuk menghasilkan keturunan.
Istilah perkawinan adalah merupakan istilah yang umum, yang digunakan untuk semua makhluk ciptaan Allah dimuka bumi, sedangkan pernikahan hanyalah diperuntukkan bagi manusia. Seperti kata nikah berasal dari bahasa Arab yaitu “nikaahun” yang merupakan masdar atau kata asal dari kata kerja nakaha, yang sinonim dengan tazawwaja. Jadi kata nikah berarti “adh-dhammu wattadaakhul” artinya bertindih dan memasukkan, (Rahmat Hakim, 2000: 11) sedangkan dalam kitab lain dikatakan bahwa nikah adalah “adh-dhmmu wal-jam’u” artinya bertindih dan berkumpul.
Dalam pasal 4 kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan sudah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam pasal 15 menjelaskan bahwa untuk mencapai kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur sesuai dengan ketetapan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu bagi laki-laki berusia sekurang-kurangnya 16 tahun.
Menurut syariat Islam, usia kelayakan pernikahan adalah usia kecakapan berbuat dan menerima hak (ahliyatul ada' wa al-wujub). Islam tidak menentukan batas usia namun mengatur usia baligh untuk siap menerima pembebanan hukum Islam. MUI mempertimbangkan semua pandangan ulama soal hukum pernikahan dini. Ada beberapa perbedaan pendapat soal kebolehan pernikahan ini. Jumhur ulama fikih, papar MUI, sebenarnya tak mempermasalahkan soal pernikahan usia dini.
Sementara itu Ibn Hazm memilih hukum nikah usia dini pada lelaki dan perempuan. Pernikahan usia dini pada perempuan yang masih kecil oleh orang tua atau walinya diperbolehkan. Sementara pernikahan dini untuk anak lelaki tidak diperbolehkan.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Ibnu Syubrumah dan Abu Bakar al-Asham. Menurut mereka, pernikahan dini hukumnya terlarang. Pendapat yang terdapat dalam Fathul Bari ini menyebutkan kebolehan nikah dini merujuk pada pernikahan Nabi SAW dan Aisyah, maka hal tersebut adalah sebuah kekhususan. Praktik pernikahan tersebut hanya dikhususkan untuk Nabi SAW dan tidak untuk umatnya.
Berdasar beberapa pertimbangan tersebut, MUI memutuskan pernikahan dini pada dasarnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Namun hukumnya akan menjadi haram jika pernikahan tersebut justru menimbulkan madharat. Kemudian, kedewasaan usia adalah salah satu indikator bagi tercapainya tujuan pernikahan. Tujuan pernikahan adalah kemashlahatan hidup berumah tangga dan bermasyarakat serta jaminan bagi kehamilan. Lantas, MUI memutuskan demi kemashlahatan, ketentuan pernikahan dikembalikan kepada ketentuan standardisasi usia merujuk UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
MUI tak lupa memberikan rekomendasi beserta ketentuan hukum yang dikeluakannya. MUI merekomendasikan pemerintah lebih gencar mensosialisasikan soal UU No 1 Tahun 1974. Tujuannya agar mencegah pernikahan dini yang menyimpang dari tujuan dan hikmah pernikahan. Para ulama, masyarakat serta pemerintah juga diminta memberikan sosialisasi tentang hikmah perkawinan dan menyiapkan calon mempelai baik laki-laki dan perempuan.