Akibat Hukum Dari Dicatat/Tidaknya Perkawinan
- 29 May 2022
Fungsi dan kedudukan pencatatan perkawinan adalah untuk menjamin ketertiban hukum (legal order) yang berfungsi sebagai instrumen kepastian hukum, kemudahan hukum, disamping sebagai salah satu alat bukti perkawinan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa pencatatan perkawinan bukanlah peristiwa hukum, tetapi merupakan peristiwa penting, sama halnya dengan kelahiran, kematian, dan peristiwa penting lainnya. Oleh sebab itu, pencatatan perkawinan menjadi sangat penting karena kelak dapat menjadi alat bukti yang sah bahwa telah terjadi perkawinan diantara kedua belah pihak.
Adapun masalah pencatatan perkawinan yang tidak dilaksanakan tidaklah mengganggu keabsahan suatu perkawinan yang telah dilaksanakan sesuai hukum Islam karena sekedar menyangkut aspek administratif. Hanya saja jika suatu perkawinan tidak dicatatkan, maka suami istri tersebut tidak memiliki bukti otentik bahwa mereka telah melaksanakan suatu perkawinan yang sah. Akibatnya, dilihat dari aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Oleh karena itu, perkawinan tersebut tidak dilindungi oleh hukum, dan bahkan dianggap tidak pernah ada. Jika ditinjau dari aspek politis dan sosiologis, tidak mencatatkan suatu perkawinan akan menimbulkan dampak yaitu :
1. Masyarakat muslim Indonesia dipandang tidak mempedulikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang hukum, yang pada akhirnya sampai pada anggapan bahwa pelaksanaan ajaran Islam tidak membutuhkan keterlibatan negara, yang pada akhirnya lagi mengusung pandangan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan kenegaraan, yang dikenal dengan istilah Sekularisme.
2. Akan mudah dijumpai perkawinan sirri / perkawinan dibawah tangan, yang hanya peduli pada unsur agama saja dibanding unsur tata cara pencatatan perkawinan.
3. Apabila terjadi wanprestasi terhadap janji perkawinan, maka peluang untuk putusnya perkawinan akan terbuka secara bebas sesuka hati suami atau istri, tanpa adanya akibat hukum apapun, sehingga hampir semua kasus berdampak pada wanita yang kemudian akan berakibat buruk kepada anak-anaknya (Anshary, 2010:30).
Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang- undangan tentang pencatatan perkawinan bagi orang Islam, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bagi Orang Islam;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
3. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah;
4. Keputusan bersama Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan haji dan Dirjen Protokoler dan Konsuler Nomor 280/07 Tahun 1999, Nomor: D/447/Tahun 1999
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perkawinan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri.
Prof. Dr, Jamaluddin, SH, M.Hum Nanda Amalia, SH, M.Hum (2016) Buku Ajar Hukum Perkawinan