Batasan Tindak Pidana Pemilu
- 07 July 2021
Berdasarkan standar internasional, kerangka hukum harus mengatur sanksi untuk pelanggaran undang-undang Pemilu?" Banyak negara menciptakan aturan pelanggaran pemilu dalam undang-undang Pemilu mereka. Setiap ketentuan pidana yang dibentuk untuk keperluan hukum harus merefleksikan tujuan penyusunan undang-undang, Misalnya: "Setiap upaya tindakan pencegahan pelanggaran, praktik korup, dan praktik-praktik ilegal di pemilu; dan aturan tentang gugatan pemilu." Dalam rangka penegakan demokrasi, upaya perlindungan integritas pemilu sangat penting. Oleh karenanya, pembuat undang-undang harus mengatur beberapa praktik curang atau pelanggaran pidana pemilu. Kaitannya dengan peraturan pemilu, undang-undang tidak hanya mengatur proses pemilu, tetapi mereka juga melarang perlakuan yang dapat menghambat esensi pemilu yang bebas dan adil.
Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa maksud penyusunan peraturan pelanggaran pemilu tidak hanya melindungi peserta pemilu (partai politik atau kandidat), tetapi juga lembaga penyelenggara dan pemilih. Ketentuan tentang pelanggaran pemilu ditujukan untuk melindungi proses pemilu dari segala bentuk pelanggaran. Perlindungan ini akan meningkatkan kualitas pelayanan yang ditujukan oleh perwakilan terpilih atau pimpinan pemerintah dalam merepresentasikan aspirasi pemilih. Untuk menjamin pemilu yang bebas dan adil, diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi para pihak yang mengikuti pemilu, maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyuapan, penipuan, dan praktik-praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum.
Jika pemilihan dimenangkan melalui cara-cara curang (malpractices), sulit dikatakan bahwa para legislator yang terpilih di parlemen merupakan wakil-wakil rakyat dan pemimpin sejati. Guna melindungi kemurnian pemilu yang sangat penting bagi demokrasi itulah para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam pemilu sebagai suatu tindak pidana. Dengan demikian, undang-undang Pemilu disamping mengatur tentang bagaimana pemilu dilaksanakan, juga melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakikat free and fair election itu serta mengancam pelakunya dengan hukuman.
Pelanggaran pidana pemilihan umum yang merupakan pelanggaran ketentuan pidana diatur dalam undang-undang yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam pemilihan kepala daerah, ketentuan pidananya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang merupakan dasar hukum pemilihan kepala daerah saat ini, Selanjutnya ketentuan pidana pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan ketentuan pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang memuat ketentuan-ketentuan pidana dalam penyelenggaraan pemilihan presiden. Selain ketentuan-ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang yang mengatur secara langsung mengenai pemilihan umum seperti disebutkan, dalam prakteknya, terdapat juga pelanggaran-pelanggaran pidana umum yang termuat dalam KUHP yang juga dilangggar baik oleh peserta, penyelenggara maupun pemilih dalam setiap pemilihan umum.
Jika dilihat ketentuan pidana yang terdapat dalam berbagai undang-undang mengenai pemilihan umum seperti yang disebutterdapat banyak sekali ketentuan pidana yang diatur. Dalam UU No.7 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu terdapat 66 Pasal yang mengatur mengenai tindak pidana, dari Pasal488 sampai dengan Pasa1554. Pengaturan tindak pidana pemilu dalam UU No.1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota pun terdapat 35 jenis tindak pidana yang diatur dari Pasal l77 sampai dengan Pasal 198. Dengan demikian, tidak semua tindak pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu dikategorikan sebagai tindak pidana Pemilu.
Contoh, pembunuhan terhadap lawan politik pada saat berkampanye, atau seorang calon anggota DPR yang diduga melakukan penipuan. Meski peristiwanya terjadi pada saat tahapan pemilu berlangsung atau berkaitan dengan kontestan pemilu tertentu, namun karena pidana tersebut tidak diatur dalam Undang-undang Pemilu; perbuatan itu tidak digolongkan sebagai tindak pidana pemilu. Perbuatan tersebut adalah tindak pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Contoh lainnya, dengan tindak pidana lainnya yang bisa jadi berkaitan dengan pemilu, tetapi tidak diatur dalam undang-undang Pemilu. Misalnya, penyimpangan keuangan dalam pengadaan surat suara bukanlah tindak pidana pemiIu, melainkan tindak pidana korupsi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tindak pidana pemilu dipandang sebagai sesuatu tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus diselesaikan agar dapat tercapai tujuan mengadakan ketentuan pidana itu untuk melindungi proses demokrasi melalui pemilu.
Dari segi kesalahan, tindak pidana pemilu ada yang berunsur sengaja dan kealpaan. Dari segi sanksi, tindak pidana pemilu diancam sanksi penjara dan denda yang diancam secara kumulatif (ada kata "dan"] dan tidak alternatif seperti pada Undang- Undang No.7 Tahun 2017. Artinya, terdakwa yang terbukti bersalah harus dijatuhi penjara dan denda sekaligus. Untuk sanksi penjara, ada ancaman pidana minimum dan maksimum.
Dengan demikian, dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP, para pembuat undang-undang telah melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilu yang berbahaya bagi pencapaian tujuan pemilihan sehingga harus dilarang dan diancam dengan pidana. Terlihat kecenderungan peningkatan cakupan dan peningkatan ancaman pidana dalam beberapa undang-undang pemilu yang pernah ada di Indonesia. Misalnya, jumlah tindak pidana pemilu pada UU No. 7 Tahun 2017 lebih dua kali lipat dibanding tindak pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang sebelumnya. Hal ini dapat dipahami sebagai suatu politik hukum pembuat undang-undang untuk mencegah terjadinya tindak pidana selama tahapan-tahapan pemilu dilaksanakan.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL