Perbandingan Sistem Pemerintahan “Sistem Pemerintahan Campuran”
- 22 August 2021
Sistem Pemerintahan Campuran merupakan upaya mencari jalan tengah untuk mengambil yang terbaik dari sistem parlementer dan presidentil. Dalam prakteknya, ada dua model Sistem Pemerintahan Campuran yaitu, Sentralisasi dan Desentralisasi. Model sistem pemerintahan campuran ini, contohnya Model Perancis dan Model Indonesia.
Di Perancis misalnya, selama hampir 200 tahun telah diterapkan sebanyak 10 konstitusi yang berbeda-beda. Oleh karenanya, Perancis sering disebut sebagai penganut sistem campuran. Masyarakat perpolitikan Perancis yang dinamis, telah melahirkan banyak kreativitas terhadap sistem politik kenegaraannya. Mereka mencari terus mana bentuk konstitusi yang paling sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan aspirasi rakyatnya. Keinginan untuk mencapai masyarakat sejahtera yang berkeadilan, telah mendorong adanya dinamika masyarakat Perancis untuk melahirkan rumusan-rumusan baru terhadap konstitusinya. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan selalu terjadi perubahan penerapan konstitusi di Perancis, berkali-kali selalu dicoba, dievaluasi, direvisi, dan dibangun kembali. Upaya untuk mencari sistem pemerintahan terbaik, sehingga makin tidak jelas, apakah termasuk sistem presidentil atau parlementer, maka kemudian dinamakan sistem campuran. Sebagaimana apa yang kemudian disebut sebagai Model Perancis, selain ada presiden, juga ada Perdana Menteri. Presiden tidak bisa dijatuhkan oleh mosi tidak percaya parlemen. Perdana Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan perdana menteri dan kabinetnya, akan tetapi parlemen dapat dibubarkan oleh presiden.
Di Indonesia, Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Kemudian presiden bertanggung jawab kepada MPR, bukan kepada DPR. Karena anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR, ditambah utusan daerah (Dewan Perwakilan Daerah). Oleh karena itu, MPR dianggap telah merepresentasikan dari seluruh suara rakyat Indonesia. Sistem pemerintahan Indonesia memiliki ciri-ciri perkecualian, boleh dibilang tidak lazim menurut takaran referensi textbook ilmu pemerintahan yang berlaku umum di dunia. Secara ciri-ciri umum dan resminya, sistem pemerintahan Indonesia adalah menganut sistem presidentil. Namun ternyata juga tidak secara penuh mengikuti kaedah-kaedah standar mengenai sistem presidentil yang berlaku umum di dunia.
Maka, sering pula sistem pemerintahan Indonesia disebutnya sebagai sistem pemerintahan campuran. Itu pun sebenarnya juga belum tepat benar. Karena juga tidak lazim sebagaimana yang kita pelajari didalam aktivitas kenegaraan. Salah satu pertimbangan diputuskannya sebagai negara kesatuan adalah dimaksudkan agar terbentuk pemerintahan yang kuat dalam menjaga kesatuan bangsa yang berlatar belakang etnis macam-macam ini, maka antara sistem Indonesia dan Amerika Serikat yang sama-sama menganut sistem presidentil, terdapat perbedaan yang tajam, sebab Indonesia menganut negara kesatuan, sedangkan Amerika Serikat menganut federasi. Di Amerika Serikat dilakukan pembagian aktivitas, untuk aktivitas keluar diurus oleh pemerintah pusat (pemerintah federal), sedangkan urusan di dalam negeri dilaksanakan oleh pemerintah negara bagian.
Di Indonesia tidak dilakukan pembagian kekuasaan seperti ini, adanya adalah pelimpahan kewenangan pusat kepada daerah dalam rangka otonomi daerah. Dengan demikian sesungguhnya dapat dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat di Indonesia, menurut undang-undang dasar asli (UUD 1945, sebelum diamandemen) dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berwenang menetapkan Undang-Undang Dasar, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta memilih presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu, presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR sebagai yang memilih. Ketetapan ini berlaku sebelum dilakukan amandemen UUD 1945, pada Agustus 2002. Namun, setelah UUD 1945 diamandemen, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, pemilihan paket presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh MPR lagi, model demikian sama halnya sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat.
Kedudukan MPR disini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedudukan Kongres di Amerika Serikat. MPR mempunyai kedudukan dan kekuasaan sama dengan Majelis Konstituante (Constituent Assembly) yang kalau di Amerika Serikat hanya dibentuk untuk keperluan khusus membentuk dan atau mengadakan perubahan-perubahan pada konstitusi. Sedangkan DPR-RI yang anggota-anggotanya juga menjadi anggota MPR, mempunyai kedudukan sama dengan kedudukan sebagaimana anggota-anggota Kongres di Amerika Serikat. Tetapi setelah amandemen UUD 1945, kedudukan MPR berubah dari lembaga negara tertinggi menjadi lembaga tinggi negara. Fungsi MPR hanya sebagai joint decision antara DPR dan DPD sehingga muncul usulan ketua MPR dijabat secara bergantian antara ketua DPR dan ketua DPD.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL