Konstitusionalisme dan Piagam Madinah
- 18 August 2021
Perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme juga dapat dilacak pada peradaban negara-negara Islam. Ketika bangsa Eropa berada dalam keadaan kegelapan pada abad pertengahan (the dark age), di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas pengaruh Nabi Muhammad SAW. Banyak sekali inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang dikembangkan menjadi pendorong kemajuan peradaban. Salah satunya adalah penyusunan dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok penduduk Kota Madinah untuk bersama-sama membangun struktur kehidupan bersama yang pada kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kenegaraan dalam pengertian modern sekarang. Naskah persetujuan bersama itulah yang selanjutnya dikenal sebagai Piagam Madinah (Madinah Charter). "Piagam Madinah" dikenal dengan istilah konstitusi tertulis pertama di dunia dan sangat luar biasa. Para ahli menyebutkan Piagam Madinah ini dengan istilah yang bermacam-macam. Montgomery Watt menyebutnya dengan "the constitution of Medina': Nicholson menyebutnya "charter". Majid Khadduri menggunakan perkataan "treaty': Zainal Abidin Ahmad memakai perkataan Piagam, sebagai terjemahan kata "ash-shahifah“ yang merupakan nama yang disebut dalam piagam itu sendiri.
Konstitusi Madinah merupakan terjemahan dari kata shahifah al- madinah, yaitu pasal-pasal tertulis yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk mengikat dan mengatur masyarakat Madinah secara keseluruhan tanpa membedakan agama, suku, ataupun ras.
Piagam Madinah adalah konstitusi negara Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik Islam, tepatnya sekitar tahun 622 M. Piagam ini adalah piagam tertulis pertama. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dan wakil-wakil penduduk Kota Madinah tidak lama setelah beliau hijrah dari Mekah ke Yatsrib. Yatsrib adalah nama Kota Madinah sebelumnya pada tahun 622 M. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan prinsip konstitusionalisme dalam perjanjiannya dengan segenap warga Yatsrib (Madinah). Piagam Madinah yang dibuat Rasulullah SAW mengikat seluruh penduduk yang terdiri atas berbagai kabilah (kaum) yang menjadi penduduk Madinah.
Penilaian Piagam Madinah sebagai konstitusi pernah dikemukakan oleh Hamilton Alexander Rosskeem Gibb, mantan guru besar bahasa Arab di Oxford University, bahwa Piagam Madinah adalah hasil pemikiran yang cerdas dan inisiatif dari Nabi Muhammad SAW dan bukanlah wahyu. Oleh karena itu, sifat konstitusinya dapat diubah dan diamandemen. Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang mempunyai perhatian yang sangat besar untuk menstabilkan masyarakat Madinah yang multietnis dengan mencetuskan konstitusi, konstitusi yang dimaksud adalah Piagam Madinah.
Kesatuan umat yang dicetuskan Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah, substansinya jelas menunjukkan bahwa konstitusi kesukuan runtuh dengan sendirinya. Dalam perspektif ini, tegaknya suatu konstitusi mulai terwujud bagi masyarakat baru Madinah, yang sekaligus juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW mulai diakui sebagai pemimpin yang memiliki kekuasaan politik.
Banyak di antara penulis Muslim beranggapan bahwa Piagam Madinah merupakan konstitusi negara Islam pertama. Satu hal yang perlu dicatat bahwa dalam Piagam Madinah tidak pernah disebut-sebut agama negara. Persoalan penting yang memerlukan pemecahan yang mendesak adalah terbinanya kesatuan dan persatuan di kalangan warga Madinah yang heterogen itu. Semua warga Madinah saat itu meskipun mereka berasal dari berbagai suku merupakan satu Komunitas (ummah). Hubungan antara sesama warga yang Muslim dan yang non-Muslim didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam menghadapi agresi dari luar dan menghormati kebebasan beragama. Persyaratan sebuah negara, walaupun masih sederhana, telah terpenuhi, yaitu ada wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan dan ada konstitusi lnilah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW dan yang pertama kali mencetuskan ide konstitusi.
Jika dilihat dalam teks konstitusi Madinah, isinya mengatur sistem ketatanegaraan dari negara Madinah. Aturan tersebut mengikat dan terdapat sanksi bagi pihak yang melanggarnya tersebut. Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat dalam Piagam Madinah yang berisi perjanjian masyarakat Madinah (social contract) tahun 622 Mini ada tiga belas kelompok komunitas yang secara eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas komunitas itu adalah (1) kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (2) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (3) Kaum Yahudi dari Banu 'Awf, (4) Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah, (5) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (6) Banu Jusyam, (7) Kaum Yahudi dari Banu AI-Najjar, (8) Kaum Yahudi dari Banu 'Amr ibn 'Awf, (9) Banu al-Nabit, (10) Banu al-'Aws, (11) Kaum Yahudi dari Banu Sa'labah, (12) Suku Jafnah dari Banu Sa'labah, dan (13) Banu Syuthaybah. Mereka setia dan patuh untuk menggunakan landasan dan hukum dari konstitusi Madinah tersebut.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL