KEDAULATAN NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL
- 04 August 2021
Apabila pijakan pikir kita mengenai kedaulatan berangkat dari ajaran klasik Jean Bodin, dimilikinya kekuasaan tertinggi oleh negara ini memang dapat bertentangan dengan hukum internasional sebagai kaidah-kaidah atau norma-norma yang mengatur hubungan-hubungan negara. Dalam hal ini hukum internasional menjadi tidak berlaku karena negara memiliki ke- kuasaan tertinggi dan tidak mau mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaan negara. Akibatnya, hukum internasional tidak akan dapat menjadi sarana hubungan antarnegara karena masing-masing negara dalam hubungan internasional masih menonjolkan kedaulatannya.
Akan tetapi, bagaimana eksistensi kedaulatan dalam hukum internasional pada masa kini? Kenyataan masyarakat internasional dewasa ini merupa- kan suatu masyarakat yang terdiri atas negara-negara yang bebas, merdeka, dan sederajat. Sekalipun masing-masing negara memiliki kekuasaan ter- tinggi yang disebut kedaulatan, kenyataannya di dalam masyarakat inter- nasional telah muncul hubungan yang tertib. Dalam membahas hukum se- bagai fenomena sosial, Satjipto Rahardjo menguraikan bahwa ketertiban tampil sebagai unsur pertama yang membentuk suatu sistem sosial (sistem sosial dapat dijelaskan sebagai cara mengorganisasi kehidupan dalam suatu komunitas tertentu). Timbulnya ketertiban disebabkan anggota masya- rakat itu masing-masing untuk dirinya sendiri dan dalam berhadapan dengan anggota yang lain mengetahui apa yang seharusnya dilakukan (Satjipto Rahardjo, 1982: 29). Guna memelihara sistem sosial yang sudah berjalan karena adanya ketertiban itu, maka diperlukan mekanisme pengendalian sosial karena tidak semua anggota masyarakat selalu bersedia untuk me- nundukkan diri pada petunjuk atau norma yang telah ditentukan (Satjipto Rahardjo, 1982: 32). Mekanisme ini juga berlaku dalam komunitas internasional. Maka dari itu, harus dikatakan bahwa ketertiban dalam masyarakat internasional akan dapat terpelihara selama mereka mengetahui tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam hubungan internasional. Sudah barang tentu untuk memelihara ketertiban dalam hubungan internasional ini dibutuhkan petunjuk-petunjuk ataupun sanksi sebagai mekanisme pengendalian sosial. Sistem petunjuk-petunjuk dan sanksi inilah yang, antara lain, dikemas dalam aturan-aturan hukum internasional.
Maka oleh Mochtar Kusumaatmadja dikatakan, tunduknya suatu negara pada kebutuhan pergaulan masyarakat internasional merupakan syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional yang teratur. Ter- ciptanya suatu masyarakat yang teratur demikian hanya mungkin terwujud dengan adanya hukum internasional (Mochtar Kusumaatmadja, 1982: 19). Dengan demikian, paham kedaulatan negara dari aspek eksternal sama sekali tidak bertentangan dengan konsepsi suatu masyarakat internasional dan tidak akan menghambat perkembangan hukum internasional. Oleh karena itu, adanya hukum internasional (yang memuat hak ataupun ke- wajiban-kewajiban yang dibebankan kepada negara) dan kerja sama inter- nasional, baik melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun kesatu- an-kesatuan komunitas yang lain, tidak harus diartikan sebagai pengekang- an atau pembatasan kedaulatan negara. Dari segi praktis, baik adanya opini dunia maupun adanya kepentingan bersama setiap anggota masya- rakat internasional akan mendorong setiap negara untuk mau menunduk- kan diri pada kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional.
Referensi bacaan buku negara dalam dimensi hukum internasional karya Dr. FX. Adji Samekto, S.H.,M.H