SIAPA YANG BERHAK MENDAFTARKAN MEREK?
- 28 July 2021
Satu konsep yang harus dipahami dalam sistem perlindungan merek - khususnya yang berlaku di Indonesia - adalah bahwa sejatinya istilah yang tepat bukanlah "pemilik merek", melainkan "pemilik/pemegang hak atas merek terdaftar", karena sang pemilik hak tersebut memperoleh haknya melalui klaimnya dalam bentuk pendaftaran ke DJHKI. Suatu merek bebas dipergunakan - bukan dimiliki - oleh siapa saja, sampai ada orang yang mengklaim hak eksklusif atas merek tersebut melalui pendaftaran.
Prinsip first to file yang dianut dalam sistem perlindungan Merek di Indonesia membuat siapapun - baik perorangan maupun badan hukum - yang pertama kali mendaftarkan suatu merek untuk kelas dan jenis barang/jasa tertentu, dianggap sebagai pemilik hak atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan jenis barang/jasa tersebut.
Ini didukung pula dengan adanya pernyataan tertulis yang harus dibuat oleh si pemohon pendaftaran merek dan diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan, di mana isinya menyatakan bahwa benar dirinya adalah pemilik hak atas merek tersebut, dan untuk itu berhak mengajukan pendaftaran atas merek yang dimaksud.
Klaim ini tidak berlaku mutlak karena bisa ditentang melalui gugatan pembatalan merek jika dapat dibuktikan bahwa merek tersebut seharusnya tidak didaftar - termasuk karena itikad tidak baik, atau pendaftarannya semestinya ditolak. Gugatan penghapusan merek juga bisa diajukan manakala si pemegang hak merek tidak mempergunakan merek tersebut pada perdagangan barang/jasa sebagaimana terdaftar selama tiga tahun berturut-turut, sehingga merek tersebut bisa kembali bebas dipakai oleh siapa saja.
KAPAN SEBAIKNYA SUATU MEREK DIDAFTAR?
Tidak seperti Paten atau Hak Cipta, perlindungan Merek Terdaftar tidak mempersyaratkan baik "kebaruan (novelty)" ataupun "keaslian (originality)". Dengan demikian suatu merek yang sudah dipergunakan secara luas selama bertahun-tahun tetap masih bisa didaftar, sepanjang memang tidak memiliki persamaan baik secara keseluruhan maupun pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang telah lebih dahulu didaftar atau diajukan permohonan pendaftarannya.
Hal ini tidak berarti pendaftaran merek tidak time-sensitive sama sekali. Merek juga menganut prinsip first to file, sehingga kelalaian seseorang untuk mendaftarkan suatu merek untuk barang/jasa yang ia perdagangkan bisa berakibat ia keduluan oleh orang lain mendaftarkan merek yang sama/mirip untuk barang/jasa sejenis, sehingga ia bisa kehilangan hak untuk mempergunakan mereknya sendiri yang sudah ia pergunakan lebih dahulu.
DIMANAKAH SAJAKAH PERLINDUNGAN MEREK BERLAKU?
Merek menganut prinsip teritorial, yang artinya perlindungan merek hanya berlaku di negara di mana permohonan paten diajukan dan diberi. Untuk memperoleh perlindungan merek di wilayah hukum Indonesia, maka sang inventor harus mengajukan permohonan merek di Indonesia, dalam hal ini ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI). Di sisi lain merek yang hanya didaftar di Indonesia, tidak memiliki perlindungan di negara lain.
Untuk mendaftarkan merek di luar negeri, pemohon harus mendaftarkan merek tersebut sendiri-sendiri di masing-masing negara yang dikehendaki, dengan menunjuk Konsultan HKI Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi negara tersebut, untuk menjadi Kuasa permohonan. Dalam kurun waktu 6 bulan sejak Tanggal Penerimaan pertama kali di Indonesia, pemohon bisa mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek yang sama untuk barang/jasa sejenis di negara lain yang sama-sama menjadi anggota Konvensi Paris dan mendapatkan Tanggal Penerimaan yang sama dengan Tanggal Penerimaan di Indonesia dengan menggunakan Hak Prioritas.
Beberapa wilayah sudah menerapkan sistem pendaftaran merek terpusat, seperti Benelux (Belanda, Belgia dan Luksemburg) di mana merek yang didaftar di sana akan terdaftar sekaligus di ketiga negara. Uni Eropa melalui sistem OHIM juga menerapkan sistem serupa untuk sekitar 22 negara Eropa. Hanya saja jika pada masa pemeriksaan merek yang didaftar tertolak di satu negara, maka akan berpengaruh pada seluruh permohonan, sehingga masih banyak pemohon yang lebih memilih untuk mendaftar sendiri-sendiri di setiap negara.
Indonesia menurut rencana akan segera meratifikasi Protocol to the Madrid Agreement on the International Registration of Marks, yang akan memungkinkan pemohon asal Indonesia untuk mengajukan pendaftaran merek tunggal secara terpusat, untuk kemudian diproses di seluruh negara anggota Protokol Madrid yang dikehendaki oleh si Pemohon.
Sumber : http://www.hki.co.id/
picture credit : from pinteres belong to the owner