PENGARUH YUDISIAL DALAM PROFESI LEGAL
- 25 December 2022
Sebagai perantara di antara masyarakat sipil dan negara, pengacara senantiasa menjaga idependensinya. Namun dalam setiap profesi legal muncul sebagai pembantu pengadilan, di mana mereka tetap subordinat. Pada akhir abad ke-19, orang yang dituduh melakukan kejahatan dilarang didampingi pengacara karena khawatir pengacara akan menghalangi proses. Pemerintahan Bush melarang keterlibatan pengacara bagi para tahanan “perang melawan teror” karena nasihat hukum akan menjadikan mereka kurang bisa ditekan dan bisa mengungkap interogasi yang kejam. Dalam rejim civil law, praktek pribadi seringkali memiliki status lebih rendah ketimbang magistrat (hakim dan jaksa) (Abel 1988). Di Jepang, pengacara negara secara signifi kan menyalip rekannya yang swasta (Rokumoto 1988). Bahkan dalam sistem common law, pengacara tetap menjadi “pegawai pengadilan,” yang membentuk profesi ini dengan cara-cara yang sangat mempengaruhi akses terhadap layanan hukum. Pengadilan biasanya mengatur tempat masuk; alih-alih, pengendalian kompetisi yang diberlakukan oleh pemerintah merupakan hal yang esensial bagi seluruh profesi untuk muncul dan bertahan. Pada 2001, New York menaikkan batasan pada Multistate Professional Responsiblity Examnination dari 72 menjadi 85 (dari 150), “standar yang digunakan oleh 52 yurisdiksi,” agar mampu “menginspirasi perhatian yang lebih besar pada studi etika legal dan standar perilaku profesional.”1 Pada 2002, setelah studi selama tiga tahun, negara bagian tersebut menaikkan batasan dari 660 menjadi 675 (dari 1000) “untuk menjaga standar kompetensi profesional New York dan memenuhi fungsi perlindungan publik dari ujian pengacara.” Standar yang ada “lebih rendah dari 30 yurisdiksi yang melakukan ujian tersebut” dan “lebih rendah dari negara bagian yang menjadi tetangga New York, serta negara bagian yang secara komersial dan industrial mirip dengan New York.” Negara bagian mengeluarkan rasis (Hale v. Committ ee on Character and Fitness 2000).
Pengadilan mengontrol pengacara dengan beragam cara. Pengadilan mengedukasi para pemula, menegur ketidakompetenan, melarang penemuan yang kejam, memberlakukan sanksi, mendiskualifikasi pengacara, membatalkan pengadilan bagi para pengacara yang berperilaku buruk, dan mengajudikasi malapraktek hukum. Pengadilan biasanya mendelegasikan otoritas disipliner pada asosiasi profesional sembari tetap mempertahankan review banding. Mereka bisa memberlakukan sanksi dan menahan pengacara yang pernyataannya “meragukan karakter atau integritas pejabat yudisial” (Maharaj 1998).
Lawan secara strategis mengeluhkan pelanggaran etis dan konflik kepentingan dari penasihat hukum lawan (Shapiro 2002). Keputusan yudisial menguji praktek-praktek restriktif mengenai iklan dan permohonan, honor minimum dan kontingen, serta hubungan multidisipliner melawan antitrust law dan jaminan konstitusional (Ohralik v Ohio State Bar Association 1978; Florida Bar v. Went for It., Inc. 1993).
Sumber Bacaan Buku hukum dan politik Karya Keith E. Whittington, R. Daniel Kelemen dan Gregory A. calderia