Hukum Pemilu Singapura
- 15 July 2021
Pemilu di Singapura berbeda dengan di Indonesia, di Singapura Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya ada di tingkat pusat, tidak ada DPR tingkat provinsi dan kabupaten, seperti halnya di Indonesia. [umlah kursi yang diperebutkan calon anggota legislatif (caleg) sebanyak 89 kursi untuk seluruh wilayah Singapura, dibagi dalam 25 kawasan undi (daerah pemilihan atau dapil).
Singapura memiliki sembilan partai politik, diantaranya partai yang berkuasa saat ini (PAP), Partai Pembangkang Workers Party (WP), Partai SDP, PPP, Reform Party, dan SDA. Uniknya, partai-partai di Singapura sering kekurangan caleg di dapil yang ada, sehingga satu dapil hanya ada dua partai yang bertarung memperebutkan kursi di dapil tersebut, sedangkan partai lain tidak ada calegnya di satu dapil, tapi mempunyai caleg di dapil lain. Roda pemerintahan Singapura dijalankan oleh Perdana Menteri (PM). PM dipilih dari partai pemenang pemilu dan orangnya dipilih oleh petinggi-petinggi partai yang menang tersebut, sedangkan presiden dipilih oleh rakyat.
Pemilu di Singapura dan di Indonesia yang berbeda adalah batas usia warga yang bisa ikut memilih (mempunyai hak pilih) dalam pemilu.jika di Indonesia warga yang mempunyai hak pilih adalah mereka yang berusia minimal 17 tahun, maka di Singapura warga yang mempunyai hak pilih adalah mereka yang telah berusia 21 tahun. Ikut pemilu di Singapura sifatnya wajib. Warga yang tidak ikut akan dikenakan denda dan bahkan bisa disidang dipengadilan. Warga Singapura yang bekerja di luar negeri, wajib memberikan laporan tak ikut pemilu karena tidak sedang di Singapura ketika pemilu. Setiap caleg yang mengikuti pemilu wajib membayar 14.000 dolar Singapura. Uang ini akan dikembalikan kepada caleg yang mendapatkan suara 30 persen atau lebih di dapilnya walaupun caleg tersebut tidak terpilih jadi anggota DPR. Tapi uang ini akan hangus jika caleg tersebut tidak mendapatkan suara minimal 30 persen. jadi, ada praktik uang hangus dalam sistem pemilihananggota legislatif (pileg) di Singapura.
Referensi: Kadir Herman (2019) Dosen mata kuliah PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM. FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL